OJK: Perbankan di Sumsel disarankan restrukturisasi kredit bermasalah

id otoritas jasa keuangan,kredit bermasalah,npl,restrukturisasi kredit,ojk

OJK: Perbankan di Sumsel disarankan restrukturisasi kredit bermasalah

Kegiatan Media Information Sharing Otoritas Jasa Keuangan di Kantor OJK Regional VII Sumbagsel, Palembang, Selasa (25/6). Kepala OJK Sumbagsel Panca Hadi Suryanto (tengah) memaparkan secara langsung kinerja perbankan di Sumsel. (Antara News Sumsel/19/Dolly Rosana)

....Sebenarnya jika bank menurunkan suku bunga bagi kredit itu menjadi suatu kerugian...
Palembang (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional VIII Sumatera Bagian Selatan menyarankan perbankan di Sumatera Selatan untuk merestrukturisasi kredit bermasalah untuk menurunkan rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) di daerah tersebut, yang sudah di atas angka rata-rata nasional.

Kepala OJK Regional VIII Sumbagsel Panca Hadi Suryanto di Palembang, Sumatera Selatan, Selasa, mengatakan, saat ini NPL bank umum di Sumatera Selatan mencapai 3,63 persen atau di atas angka rata-rata nasional 2,56 persen.

Menurutnya, restrukturisasi kredit dapat menjadi pilihan perbankan untuk para debitur yang mengalami penurunan performa karena faktor eksternal, seperti penurunan daya beli masyarakat.

“Ini bisa menjadi pilihan, seperti memberikan perpanjangan masa pengembalian kredit agar angsuran per bulan menjadi lebih kecil, atau menurunkan suku bunga kredit,” kata Panca dalam paparannya pada kegiatan Media Information Sharing di Kantor OJK Regional VII.

Hanya saja, Panca mengingatkan perbankan harus berhati-hati dalam menentukan debitur yang layak menerima restrukturisasi kredit.

Ia mengatakan salah satu yang terpenting yakni prospek usaha dari debitur tersebut. Jika masih positif, kata dia, maka sepatutnya diberikan keringanan karena berarti masih ada arus keuangan.

“Sebenarnya jika bank menurunkan suku bunga bagi kredit itu menjadi suatu kerugian, tapi ini dapat menjadi pilihan demi mempertahankan kualitas kredit,” kata dia.

Panca mengatakan penyelesaian kredit bermasalah ini juga tetap diimbangi dengan ekspansi dari pembiayaan itu sendiri. Perbankan tetap diminta aktif menyalurkan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang sudah dihimpun menjadi pembiayaan di sektor-sektor produktif hingga konsumtif.

Ia mengakui memang hal itu tidak mudah di tengah pelemahan sektor utama ekonomi Sumatera Selatan yakni anjloknya harga sawit dan karet, serta batu bara. Namun, ini justru menjadi tantangan tersendiri bagi perbankan yakni bagaimana menggarap sektor-sektor baru, apalagi pada 2019 sudah tidak ada faktor pemicu seperti 2018 karena Palembang menjadi tuan rumah Asian Games.

Berdasarkan data OJK semester I 2019, performa perbankan di Sumatera Selatan tidak terlalu buruk, meski terjadi penurunan jika dibandingkan 2018.

Total asset per April 2019 tumbuh 5,88 persen (yoy) dari Rp90,91 triliun menjadi Rp96,25 triliun, kredit tumbuh 4,21 persen dari Rp79,91 triliun menjadi Rp83,27 triliun. Pertumbuhan aset dan kredit ini di bawah angka pertumbuhan nasional, masing-masing sebesar 9,07 persen dan 9,94 persen.

Sedangkan untuk DPK mengalami pertumbuhan 6,49 persen dari Rp77,77 triliun menjadi Rp82,81 triliun atau masih di bawah angka pertumbuhan nasional 6,66 persen.