Kendati kemajuan teknologi dan informasi menjangkau berbagai bidang kehidupan, keberadaan Aksara Kaganga masih dipakai oleh para tetua di wilayah Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu Utara, Lebong, maupun Kepahiang.
.
![](https://img.antaranews.com/cache/730x487/2023/11/29/IMG_20231111_160554-1.jpg)
Di Kabupaten Rejang Lebong, penggunaan Aksara Kaganga dapat dilihat pada motif batik dan penamaan jalan--yang di bagian bawah plang nama jalan-- dituliskan dengan Aksara Kaganga.
M. Sahidi (61), budayawan dan pengurus Badan Musyawarah Adat (BMA) Kabupaten Rejang Lebong menjelaskan dari catatan sejarah dan penelitian pada zaman kolonial Belanda hingga kemerdekaan RI, di wilayah Sumbagsel--mulai dari tahun 1785 hingga 2022-- terdapat empat aksara lokal yang dimiliki suku pribumi, yakni Rejang, Serawai, Lembak l, dan Pasemah.
Catatan mengenai aksara penduduk lokal tersebut telah dilakukan oleh peneliti seperti William Marsden "History of Sumatra" (1785), Van Hasselt "Midden Sumatra" (1881), hingga yang paling populer menjadi rujukan yaitu pada penelitian M.A Jaspan "Folk Literature Southwest Sumatra" (1964), yang mengubah kebiasaan penyebutan masyarakat kuno dengan penamaan aksara "Ulu" yang kemudian oleh M.A Jaspan menjadi aksara Ka-Ga-Nga.