Ratusan ribu buruh di Riau butuh rumah layak huni

id Serikat Pekerja,Rumah,layak, huni

Ratusan ribu buruh di Riau butuh rumah layak huni

Ilustrasi-Target Pembangunan Rumah Bersubsidi. Buruh mengerjakan pembangunan rumah bersubsidi di salah satu perumahan di Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Senin (29/2/2016). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra.

Kota Pekanbaru (ANTARA) - Ketua DPD Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Provinsi Riau, Nursal Tanjung menyebutkan sebanyak 350 ribu buruh di daerah itu membutuhkan rumah layak huni untuk melindungi anggota keluarganya dengan baik dan aman.

"Sebanyak 350 ribu buruh itu sudah terdaftar menjadi anggota SPSI Riau, yang merupakan bagian dari 1,6 juta buruh di provinsi ini yang memiliki tempat tinggal yang tidak layak ditempati untuk hidup," kata Nursal Tanjung di Pekanbaru, Kamis.

Menurut dia, buruh butuh rumah layak huni, apalagi tempat tinggal menjadi kebutuhan pokok selain sandang dan pangan, sesuai amanat UUD 1945 bahwa penduduk Indonesia berhak memiliki tempat tinggal yang layak.

Ia mengatakan, perhatian dan tanggung jawab pemerintah dari waktu ke waktu ada penyempurnaan terhadap buruh/pekerja sesuai dengan pembukaan UUD 45, bahwa pemerintah bertanggung jawab mensejahterakan rakyatnya terutama terhadap pemenuhan kebutuhan sandang, pangan dan papan.

"Berkaitan dengan kebutuhan papan itu, sejumlah tokoh pekerja di tingkat nasional melihat kebutuhan itu sangat penting apalagi saat ini banyak buruh/pekerja yang tidak tinggal di rumah tidak layak ditempati, harus diperjuangkan," katanya.

Para tokoh pekerja tersebut melihat bahwa pekerja mempunyai uang yang jumlahnya ratusan triliun di Jamsostek (kini BPJS Ketenaga Kerjaan, red) yang bisa digunakan untuk membeli rumah murah itu.

Mirisnya, kata Nursal,  seperti yang dipikirkan para tokoh pekerja nasional itu, telah mengindikasi uang tersebut dipinjamkan oleh BPJS Ketenagakerjaan kepada pengusaha besar seperti Ciputra atau Podomoro dan lainnya, menyebabkan SPSI bergerak memperjuangkan nasib buruh/pekerja dan mendorong dibuatnya regulasi dan kebijakan perumahan murah tanpa uang muka untuk pekerja/buruh.

Syaratnya, menurut dia, tentu sudah harus terdaftar menjadi anggota BPJS Ketenagakerjaan, minimal satu tahun. Akan tetapi dalam praktiknya suku bunga untuk kredit rumah murah itu tinggi karena uang BPJS Ketenagakerjaan tersebut dengan rencana peruntukkan yang sama justru dikelola langsung oleh BANK BTN.

"Bank BTN tentunya mengambil keuntungan dalam program rumah murah itu, sehingga suku bunga uang untuk program rumah murah bersubsidi yang menggunakan uang BPJS Ketenagkerjaan ini lebih tinggi dari program perumahan murah pemerintah melalui Kementrian Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPERA)," katanya.

Oleh karena itu, katanya berharap, regulasi yang ada perlu disempurnakan lagi sehingga suku bunga diterapkan hendaknya minimal sama dengan suku bunga program perumahan murah bersubsidi melalui Kementrian PUPERA, sehingga buruh pekerja tidak merasa mahal mendapatkan rumah layak huni itu.

Nursal Tanjung menjelaskan, pertumbuhan penduduk di Riau beberapa tahun terakhir cukup tinggi dibarengi dengan terbukanya lapangan kerja terutama tumbuh kembangnya kawasan pertanian dan perkebuan kelapa sawit.

Kini, katanya, Riau merupakan daerah dengan lahan perkebunan sawit terbesar di Sumatera yang sebelumnya Sumatera Utara. Penduduk Riau mencapai 6 juta lebih dan 80 persen di antaranya atau 1,6 juta jiwa tercatat sebagai pekerja atau buruh. Buruh yang bergabung kini dengan SPSI mencapai 350 ribu orang.***3***