Pemberi politik uang bisa dipidana

id politik uang,suap,pembeli suara,pilkada,pilkada serentak,panwaslu,berita sumsel,berita palembang,Sumatera Barat Leadership Forum

Pemberi politik uang bisa dipidana

Ilustrasi- Serangan fajar saat pilkada (Ist)

Padang (ANTARA News Sumsel) - Panitia Pengawas Pemilu (Panswaslu) Kota Padang, Sumatera Barat menyatakan pihak yang memberi maupun menerima politik uang dalam pilkada  dapat dipidana penjara 72 bulan dan denda Rp1 miliar jika terbukti bersalah di pengadilan.

"Politik uang itu merusak demokrasi kita, karena itu jangan main-main sebab aturannya sudah tegas," kata Ketua Panwaslu Padang, Dorri Putra di Padang, Jumat.

Menurutnya mengantisipasi terjadinya politik uang Panwaslu menggelar sosialisasi intensif ke masyarakat.

"Semua pihak harus bersama-sama mengawasi kalau ada calon yang mencoba melakukan politik uang segera laporkan," tambah dia.

Ia menjelaskan salah satu unsur yang harus terpenuhi dalam politik uang adalah ada upaya dari calon menggiring masyarakat untuk memilih dengan iming-iming pemberian berupa uang atau hadiah lainnya.

"Jadi saat pemberian itu ada ajakan memilih, pemaparan visi misi hingga pemakaian atribut," ujar dia.

Akan tetapi kalau calon hanya memberikan sesuatu kepada masyarakat tanpa ada iming-iming tertentu bisa jadi itu adalah sedekah atau hadiah.

Kemudian kalau ada pembentukan relawan dan diberikan biaya operasional oleh calon maka relawan tersebut harus didaftarkan di KPU sebagai bagian dari tim sukses, katanya.

Sebelumnya hasil survei yang dilakukan Sumatera Barat Leadership Forum (SBLF) menemukan masih banyak masyarakat yang menentukan pilihan dalam pilkada 2018  atas dasar iming-iming pemberian materi dari kandidat baik hadiah maupun uang.

"Hasil survei pada empat daerah yang melaksanakan pilkada 2018 di Sumbar, dari 800 responden sebanyak 40 persen pemilih akan mengubah pilihannya jika ada yang memberikan uang atau bingkisan," jelas Direktur SBLF Riset dan Konsultan Edo Andrefson.

Menurutnya  segmen pemilih yang mau menerima uang tersebut adalah mereka yang berstatus menengah ke bawah dari sisi ekonomi dan pendidikan.

"Biasanya bermukim di pinggiran dan karakter masyarakatnya homogen," lanjut dia.

Ia menilai politik uang tersebut ibarat hantu tak tampak tapi terasa, kendati sudah ada aturan dan pengawasan masih mungkin bisa dilakukan oleh kandidat.

"Politik uang ini amat mungkin dilakukan oleh calon yang memiliki modal besar, atau mereka yang elektabilitasnya masih rendah lalu ingin unggul," tambah dia.

Salah satu modus politik yang tersebut berupa pembentukan relawan dalam jumlah besar kemudian diberikan uang saku cukup banyak untuk operasional.

Kemudian bisa juga berupa pemberian bingkisan di luar batas aturan KPU dalam aksi sosial, katanya.
(T.I030/H. Agusta)