Pergub Karhutla Sumsel harus mengadopsi persoalan di lapangan

id pengamat komunikasi lingkungan sumsel,Dr. Yenrizal\,Dr. Yenrizal,pergub karhutla sumsel,perda karhutla sumsel,karhutla s

Pergub Karhutla Sumsel harus mengadopsi persoalan di lapangan

Pengamat Komunikasi Lingkungan Sumsel, Dr. Yenrizal Tarmidzi. (ANTARA/Aziz Munajar/19)

Palembang (ANTARA) - Rencana penerbitan Peraturan Gubernur Sumatera Selatan terkait pencegahan kebakaran hutan dan lahan harus mengadopsi persoalan di lapangan serta tidak berbicara seputar pelarangan semata.

Pengamat Komunikasi Lingkungan Sumsel Dr Yenrizal Tarmidzi, Selasa, mengatakan adanya Peraturan Gubernur (Pergub) tentang kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) memang dibutuhkan untuk mencegah bencana ekologis tersebut berulang atau menjadi siklus tahunan.

"Pergub jangan berisi larangan-larangan saja, tapi juga ada solusi, sehingga warga yang biasa mengelola lahan tetap merasa aman dan bukan sebaliknya," ujar Dr Yenrizal yang merupakan akademisi UIN Raden Fatah Palembang.

Sebelumnya Sumsel telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan yang menekankan aspek pencegahan, penanggulangan, penanganan serta pengawasan.

Menurutnya Perda tersebut belum efektif karena aspek pengawasan masih lemah, akibatnya Karhutla masih terjadi dan memuncak pada 2019 dengan jumlah titik api hampir mendekati catatan 2015.

Sehingga adanya Pergub diharapkan bisa memperkuat regulasi dan upaya-upaya pencegahan Karhutla lebih masif serta efisien.

"Adanya fenomena asap mengindikasikan usaha yang belum maksimal terlepas dari faktor kondisi iklim dan alam Sumsel, karena tidak bisa menyalahkan iklim terus-menerus," tambahnya.

Sebagai referensi, kata dia, Pemprov bisa mencontoh pengelolaan lahan di Desa Gelebuk Dalam Kabupaten Banyuasin yang berhasil mencegah terjadinya kebakaran lahan.

"Tahun 2015 lahan di desa itu terbakar akibat kegiatan pertanian, tapi setelah kebakaran, warga di sana mengubah mekanisme pertanian hingga tidak lagi terjadi Karhutla saat ini, nah teknis-teknis apa saja yang dilakukan warga desa itu lah yang bisa diadopsi ke dalam Pergub," jelasnya.

Salah satu upaya warga desa tersebut yakni membeli traktor secara swadaya sebagai alat utama membuka lahan diiringi komitmen bersama untuk tidak membakar lahan lagi.

"Jika perlu dalam Pergub itu terdapat desa-desa binaan yang persis seperti Desa Gelebuk Dalam, juga ada pengawasan khusus bagi perusahaan-perusahaan yang pernah disegel KLHK," demikian Dr Yenrizal.