Update - Sosok perempuan tangguh di "Bumi Sriwijaya"

id perempuan tangguh,hari kartini,juru parkir wanita,tukang sapu,petugas kebersihan

Update - Sosok perempuan tangguh di  "Bumi Sriwijaya"

Zahra (53) dan Nuraini (48) petugas kebersihan di kawasan Jakabaring Sport City (JSC) Palembang (ANTARA News Sumsel/Aziz Munajar/Erwin Matondang/18)

....Kadang ada omongan dari tetangga, kerja cuma tukang sapu bagaimana mungkin menguliahkan anak, tapi bagi saya yang penting anak kuliah....
Palembang (ANTARA News Sumsel) - Kegigihan Pahlawan Nasional Raden Ajeng Kartini yang merupakan sosok perempuan pantang menyerah dan pemberani dalam menentang  penjajah kolonial Belanda di negeri ini telah menginspirasi dan teladan bagi kaum hawa hingga kini.

Semangat Kartini bersama para pejuang lainnya untuk mengusir penjajahan Belanda selama 350 tahun di bumi pertiwi dan kemerdekaan Bangsa Indonesia merupakan sejarah panjang yang tak luput dikenang.

Dari sekilas kisah perjuangan Kartini itu. Kali ini pada Peringatan Hari Kartini 2018 khususnya di Palembang, Sumatera Selatan kami rangkum sejumlah kisah, semangat, dan perjuangan perempuan-perempuan tangguh baik dalam mempertahankan hidup maupun motivator yang memiliki prestasi di bidangnya.

Berikut kisah sejumlah perempuan-perempuan tangguh masa kini dari "Bumi Sriwijaya" yang patut diacungkan jempol dalam perjuangan mereka mempertahankan hidup dan keluarganya, bahkan dengan berpenghasilan pas-pasan mampu menyekolahkan anak hingga perguruan tinggi.  

Misalnya, Minaria (48 tahun), seorang ibu rumah tangga ini meski hanya berpenghasilan sebagai juru parkir, namun ia mampu menyekolahkan anak pertamanya  hingga berhasil lulus di salah satu Akademi Kebidanan di Kota Palembang.

"Anak pertama saya sekarang ini sudah lulus di akademi kebidanan," kata Minaria di Palembang, Jumat di sela-sela tugasnya sebagai juru parkir di kawasan Jalan Rajawali Palembang.

Dirinya memiliki empat orang anak, satu sudah lulus akademi kebidanan, sedangkan anak kedua sudah tamat STM,  anak ketiga SMA dan terakhir baru masuk sekolah menengah kejurusan (SMK).

Ia mengaku, untuk menyekolahkan keempat anaknya tersebut dari pendapatan yang diperolehnya sebagai juru parkir dan mengharapkan dari beasiswa. Sejak suaminya meninggal pada 2006 dirinya meneruskan pekerjaan suaminya sebagai juru parkir sampai sekarang ini.

Pendapatan sebagai juru parkir ini tidak menentu, apalagi sekarang ini tidak begitu ramai. Kalau sedang ramai dia bisa mengantongi pendapatan sebesar Rp60 ribu perhari, tetapi kalau sedang sepi hanya Rp30 ribu perhari belum lagi untuk setoran.

"Kalau lagi sepi, terkadang tidak bisa membayar uang setoran, karena tidak cukup untuk membayarnya," ujar Minaria yang menamatkan strata S1 di UIN Raden Fatah Palembang tersebut.

Dengan pendapatan yang diperolehnya itu dirinya bersama empat orang anaknya bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan sekolah anak-anaknya.

Ia berharap, anak-anaknya yang masih sekolah itu bisa mendapat beasiswa sehingga mampu menyelesaikan pendidikannya.

Lain lagi halnya dua perempuan petugas kebersihan ini yaitu Zahra dan Nuraini selayang menyandang sosok Kartini masa ki

Sebab kedua wanita ini begitu mementingkan pendidikan anak meski hanya bekerja sebagai petugas kebersihan namun  mereka berhasil membiayai anak hingga lulus dari bangku perguruan tinggi.
. Minaria (48) sebagai juru parkir di Kota Palembang mampu menyekolahkan anak hingga perguruan tinggi (ANTARA News Sumsel/susi/I016/18) (ANTARA News Sumsel/susi/I016/18/)

Zahra (53) dan Nuraini (48) sehari-hari membersihkan area Jakabaring Sport City Palembang. Profesi sebagai petugas kebersihan bukanlah halangan untuk membatasi pendidikan anak.

Mereka percaya pendidikan mampu membuat perubahan yang lebih baik untuk masa depan.

"Bagi saya pendidikan anak sangat penting, karena setidaknya kalau pendidikannya tinggi bisa dapat kerja yang lebih baik, kalau pekerjaanya baik tentu kehidupan bisa lebih baik," kata Zahra.

Zahra memiliki dua anak dan semuanya telah menyelesaikan kuliah pada dua universitas swasta di Palembang bahkan telah bekerja di salah satu institusi kesehatan.

"Kadang ada omongan dari tetangga, kerja cuma tukang sapu bagaimana mungkin menguliahkan anak, tapi bagi saya yang penting anak kuliah, itu saja," jelasnya.

Sementara Nuraini warga Kelurahan Tegal Binangun, memiliki tiga anak dimana anak pertama sudah menyelesaikan kuliah di salah satu sekolah tinggi di Palembang, dan dua lainnya masih bersekolah di SMA serta SMP.

Zahra dan Nuraini mengaku terinspirasi dari sosok RA Kartini yang mahsyur akan kisahnya mengenai kebebasan dan cita-cita tinggi akan pendidikan.

"RA Kartini itukan mengajarkan kalau wanita jangan cuma diam saja di rumah, harus ada cita-cita yang tinggi, misal ada peluang segera manfaatkan. Kami memang cuma tamatan SMA, tapi anak kami harus lebih dari kami, sebab kami ingin anak sukses semua," ungkap Zahra.

Pada masa-masa mengkuliahkan anak, mereka tak lepas dari kesulitan biaya apalagi jika mengandalkan penghasilan perbulan amatlah pas-pasan.

"Waktu anak kuliah dulu biaya memang harus banyak, pengeluaran perbulan dan iuran persemester, sempet berhutang sana-sini, jual barang, tapi sebagai orang tua semua diusahakan demi anak kuliah," jelas Nuraini.
Bank Sampah Junjung Biru Syalfitri (kiri) menerima limbah dan sampah dari warga Lansia yang mengikuti Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Lansia di Bank Sampah Junjung Biru Palembang, Rabu (18/1). ANTARA News Sumsel/Feny Selly/Ang/17

                               Pelopor Sekolah
Sementara Syalfitri (52) dalam enan tahun terakhir mendirikan sebuah sekolah taman kanak-kanak Junjung Biru Kota Palembang dengan metode pembayaran menggunakan sampah plastik.

"Awalnya tahun 2013 saya mendirikan sekolah ini untuk memberikan kesempatan pada masyarakat yang sulit mendapatkan pendidikan, seperti warga berprofesi pemulung" ungkap Syalfitri saat ditemui, Sabtu.

Ia mengatakan metode pembayaran sekolah dengan sampah dilakukan agar warga tidak merasa berat dengan pembiayaan pendidikan anak.

"Saya ingin tidak ada lagi orang tua terbebani permasalahan iuran sekolah, " ungkapnya.

Perempuan kelahiran tahun 1966 ini memiliki kecintaan yang besar terhadap lingkungan. Menurutnya sekolah ini mengajarkan untuk mencintai lingkungan sejak usia dini.

"Kami menanamkan kepada siswa siswi, untuk menjaga lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan, " katanya.

Selain itu, ia memiliki komunitas bank sampah yang terletak di jalan Demak, kelurahan Tuan Kentang, kecamatan Seberang Ulu 1, Palembang.

"Galerinya sendiri berada di rumah saya, dan anggotanya berasal masyarakat sekitar, " ujarnya.

Syalfitri menambahkan awalnya amat berat bagi dirinya mengajak masyarakat untuk menjaga lingkungan, tapi seiring waktu warga mulai menerima dan menerapkan perilaku positif tersebut.

"Pertama saya banyak disinggung oleh warga, tetapi saya tidak menyerah," kata dia.

Perempuan yang aktif sebagai relawan Komunitas Peduli Kanker Anak dan Penyakit Kronis Sumatera Selatan ini akhirnya memperoleh berbagai penghargaan seperti, Perempuan versi Hari Ibu Pemerintah Lingkungan Hidup 2013, Penggiat Independen Lingkungan  2013, Local Hero di Jakarta (2014), dan mendapatkan Sriwijaya TV Award tahun 2017.

"Saya mengajak masyarakat Palembang, untuk menjaga bumi kita tercinta ini, agar generis kita dapat menikmatinya, " tutupnya.

                                   Karyawati berkebaya
Semangat perempuan pada Hari Kartini 2018 juga membuat sejumlah karyawati di Kota Palembang mengenakan pakaian kebaya seperti karyawati di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Celentang mengenakan pakaian kebaya melayani konsumen  .

Pihak manajemen mengerahkan karyawan perempuannya untuk melayani pembeli. Tak seperti biasanya semua karyawan perempuan hari ini mengenakan pakaian kebaya, kata Ratih, karyawan SPBU tersebut.

Dia mengakui senang ikut memperingati hari Kartini. Ia berharap banyak wanita bisa sejajar dengan pria.

"Saya senang wanita muda sekarang bisa diterima bekerja sejajar dengan pria, meski begitu kami juga tak lupa kok kodrat kami sebagai wanita," ujarnya.

Ia juga mengatakan kostum yang ia kenakan milik sendiri. Cuaca yang panas diakuinya sedikit membuat gerah tapi ia senang melayani konsumen SPBU hari ini.

Selain di sejumlah SPBU, kostum kebaya juga dipakai oleh sejumlah pegawai toko ritel.

Ira kasir toko ritel dijalan Brigjen Hasan Kasim menggunakan kebaya ungu di hari Kartini. Ia senang karena bisa berbagian memperingati hari Kartini.

"Saya tidak keberatan memakai kostum kebaya. Selain bisa tampil cantik dirinya juga senang bisa tampil beda di hari spesial ini," ujarnya.

Sejumlah pembeli toko ritel juga mengaku senang dengan penampilan kebaya yang dikenakan kasir karena hal ini hanya ditemui sekali setahun.
. Ratih karyawan SPBU mengaku senang ikut memperingati hari Kartini, Sabtu (21/4) (ANTARA News Sumsel/Amanda Lydia Putri/Erwin Matondang/18)
(Pewarta: Susilawati/Aziz Munajar/Amanda Lydia Putri/Erwin Matondang)