Belasan hektare sawah di Aceh Selatan krisis air

id sawah,kekeringan air,sawah kering,sawah krisis air,berita palembang,berita sumsel

Belasan hektare sawah di Aceh Selatan krisis air

Dokumentasi- Ratusan ribu haktar areal pertanian holtikultura dan sawah padi petani di Aceh kekeringan. (ANTARA FOTO/Rahmad/pd/16)

Tapaktuan, Aceh (Antaranews Sumsel) - Belasan hektare sawah tadah hujan di Kecamatan Kluet Utara, Kabupaten Aceh Selatan mengalami krisis air, karena fasilitas sumur bor yang telah dibangun sumber DAK APBK tahun 2016 tidak bisa dimanfaatkan.

Adami, salah seorang petani di Gampong (desa) Pasie Kuala Asahan, Rabu menuturkan, ratusan petani di gampong itu mengalami kendala sangat signifikan dalam menggarap lahan pertaniannya selama ini karena tidak adanya suplai air.

Satu-satunya cara untuk bercocok tanam padi adalah harus menunggu datangnya musim hujan.

"Dalam setahun itu, paling maksimal bisa bercocok tanam hanya satu kali yakni disaat datangnya musim hujan. Itupun hasil produksi yang didapat tidak tercapai target, karena tanaman padi banyak yang rusak diserang hama akibat suplai air tidak mencukupi," ujarnya.

Pemkab Aceh Selatan melalui Dinas Pertanian, telah mengupayakan pengadaan sumber air untuk disuplai ke lahan persawahan tadah hujan milik petani setempat dengan cara dibangunnya sumur bor tenaga surya.

Pantauan di lokasi, ada sebanyak tiga sumur bor yang dibangun di Gampong Pasie Kuala Asahan, Kecamatan Kluet Utara menggunakan sumber dana DAK tahun 2016. Masing-masing proyek tersebut menyedot anggaran mencapai Rp320 juta lebih.

Tapi, mulai sejak diserahterimakan kepada gampong setempat akhir tahun 2016 sampai sekarang tidak berfungsi.

"Fasilitas sumur bor tersebut terbengkalai tidak bisa dimanfaatkan sampai saat ini. Masyarakat masih menunggu datangnya musim hujan untuk bercocok tanam padi di sawah," ungkap Adami.

Memang, lanjut Adami, saat pertama kali dilakukan uji coba sumur bor dimaksud mampu menghasilkan air. Tapi, air yang dihasilkan itu tetap saja tidak bisa dimanfaatkan oleh petani karena habis terserap dalam tanah.

Seharusnya, kata Adami, jika ingin air dari sumur bor tersebut bisa disuplai secara maksimal ke lahan persawahan, selain membangun sumur bor, Pemkab Aceh Selatan juga harus membangun waduk atau bak penampung air.

Selain itu juga harus tersedia saluran-saluran untuk membagikan suplai air ke lahan persawahan, tambah dia.

"Kami menilai dari sejak perencanaan awal proyek ini sudah gagal, sebab faktanya di lapangan hanya dibangun sumur bor sementara fasilitas penunjang lainnya tidak tersedia. Ini sama saja menghambur-hamburkan anggaran daerah untuk kegiatan yang tidak bermanfaat," sesalnya.

Pada kesempatan itu, Adami mengkritik klaim Pemkab Aceh Selatan melalui Dinas Pertanian yang menyatakan daerah setempat surplus produksi pangan dalam beberapa tahun terakhir. Hal itu didapatkan, karena telah sukses menerapkan program tanam padi serentak tiga kali dalam setahun.

Dia menilai pernyataan Bupati Aceh Selatan HT Sama Indra dan Kepala Dinas Pertanian Yulizar yang di beberapa kesempatan sering menyatakan bahwa Pemkab Aceh Selatan telah sukses membangun sektor pertanian bahkan mampu mewujudkan surplus hasil produksi pertanian karena sukses menerapkan tanam padi tiga kali setahun di seluruh wilayah merupakan sebuah pembohongan publik.

"Klaim sepihak Pemkab Aceh Selatan tersebut kami nilai pembohongan publik, sebab faktanya di lapangan, ratusan masyarakat di Gampong Pasie Kuala Asahan saja masih menggarap lahan sawahnya dengan sistem tadah hujan paling maksimal satu kali dalam setahun," katanya.

Karena itu, Adami mengharapkan kepada Pemkab Aceh Selatan melalui Dinas Pertanian segera membangun waduk atau bak penampungan air di lahan pertanian milik masyarakat Gampong Pasie Kuala Asahan untuk menampung sumber air dari sumur bor yang telah dibangun tersebut.

"Satu-satunya solusi untuk menghasilkan air di lahan sawah tadah hujan di kampung kami hanya melalui sumber air sumur bor tersebut, sebab tidak ada sumber air lainnya yang tersedia. Namun agar air dari sumur bor itu bisa di aliri maksimal ke lahan persawahan harus dibangun fasilitas penunjang lainnya, jika tidak maka sama saja tidak bisa dimanfaatkan," katanya.
(T.KR-ANW/H.D. Suryatmojo)