Komnas PA: pihak sekolah harus tanggung jawab kasus seksual

id komnas pa, komnas perlindungan anak, pelecehan seksual, kekerasan seksual erhadap anak, anak sekolah, korban kekerasan seksual

...Komnas PA mendorong sekolah untuk bertanggung jawab secara perdata maupun pidana. Selama ini sekolah itu punya kredibilitas baik, ternyata di dalamnya bobrok...
Jakarta (ANTARA Sumsel) - Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait mengatakan pihak sekolah harus bertanggung jawab terhadap kasus kekerasan seksual yang dilakukan petugas kebersihan di sekolah internasional di kawasan Jakarta Selatan.
         
"Komnas PA mendorong sekolah untuk bertanggung jawab secara perdata maupun pidana. Selama ini sekolah itu punya kredibilitas baik, ternyata di dalamnya bobrok," kata Arist Merdeka Sirait di Jakarta, Rabu.
         
Apalagi, diketahui bahwa jenjang TK di sekolah internasional itu belum terdaftar. Apabila itu betul, maka sekolah tersebut telah melecehkan hukum di Indonesia.
         
Karena itu, Arist mendorong Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk meninjau kembali keberadaan sekolah internasional tersebut apakah masih layak diteruskan atau tidak.
         
Arist juga mempertanyakan sikap tertutup pihak sekolah yang dikabarkan sampai melarang masuk tim dari Kemendikbud.
         
"Kementerian saja dilarang masuk, apalagi Arist Merdeka. Padahal kami perlu masuk untuk melihat langsung tempat kejadian perkara," katanya.
         
Sementara itu, Kuasa hukum korban mengatakan tidak menutup kemungkinan akan menggugat sekolah.
         
"Kami menilai sekolah telah lalai karena kejadian terhadap klien kami telah terjadi beberapa kali. Kejadian berulang seperti itu bagaimana mungkin tidak diketahui guru," kata Andi Asrun SH.
         
Andi mengatakan keluarga korban juga merasa kecewa dengan sikap sekolah terhadap kasus tersebut. Sudah ada komunikasi antara orang tua korban dan pihak sekolah, tetapi sekolah seolah tidak terlalu menganggap penting kejadian tersebut.
         
Menurut Andi, dengan sikap itu keluarga yang telah menyekolahkan anaknya dan mempercayai sekolah tersebut, merasa dikhianati dan "ditikam dari belakang". Sekolah juga tidak terbuka terhadap upaya hukum yang dilakukan kliennya.
         
"Karena itu, tidak menutup kemungkinan sekolah akan kami gugat secara perdata karena telah ada kerugian baik secara fisik maupun psikis. Karena sekolah tersebut internasional dan kemungkinan waralaba, kemungkinan kami juga akan menempuh jalur arbitrase," tuturnya.