Transparasi dana kampanye untuk demokrasi bermartabat

id kampanye, spanduk, baliho, alat kampanye, pilkada, pilkada sumsel

Transparasi dana kampanye untuk demokrasi bermartabat

Ilustrasi (Antarasumsel.com/Grafis/Aw)

Jakarta (ANTARA Sumsel) - Pembatasan penggunaan dana kampanye partai politik dan bakal calon legislatif menjadi tantangan bagi sistem demokrasi terutama mencegah praktik politik uang serta masuknya dana haram dalam pelaksanaan pemilihan umum.

Dalam pasal 129 ayat 1 Undang-Undang nomor 8 tahun 2012 tentangPemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menyebutkan dana kampanye pemilu anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/ Kota didanai dan menjadi tanggung jawab parpol peserta pemilu masing-masing.

Di pasal 129 ayat 2 menyebutkan dana kampanye tersebut bersumber dari partai politik, calon anggota legislatif dan sumbangan dari pihak lain yang sah menurut hukum.

Dalam pasal 129 ayat 6 menyebutkan bahwa parpol diharuskan membuat catatan tersendiri mengenai dana kampanye pemilunya yang terpisah dari pembukuan keuangan parpol tersebut.

Pada ayat 7 disebutkan pembukuan dana kampanye itu dimulai sejak tiga hari setelah parpol ditetapkan menjadi peserta pemilu dan ditutup satu minggu sebelum menyampaikan laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk KPU.

Sumber dana kampanye lebih lanjut diatur dalam pasal 130 yang menyebutkan sifatnya tidak mengikat dan dapat berasal dari perseorangan, kel

Jumlah sumbangan dana kampanye tersebut diatur dalam pasal 131 yang menyebutkan dari perseorangan tidak boleh lebih dari Rp1 miliar dan dari kelompok, perusahaan dan atau badan usaha non-pemerintah tidak boleh lebih dari Rp7 miliar.

Undang-Undang nomor 2 tahun 2011 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik secara prinsipil tidak jauh berbeda dengan aturan dalam UU no 8 tahun 2012.

Dalam peraturan perundang-undangan tersebut terlihat bahwa pengaturan dana kampanye terhadap bakal caleg belum diatur secara jelas.

Laporan dana kampanye parpol di dalamnya termasuk dana bakal caleg, karena itu untuk mencegah masuknya dana haram dalam dana itu perlu adanya peraturan khusus.

Peneliti politik ICW Abdullah Dahlan mendesak KPU segera membuat aturan pembatasan dana kampanye bagi parpol dan bacaleg.

Peraturan itu menurut dia penting untuk memperjelas klausul mengenai dana kampanye yang masih bersifat umum dalam undang-undang.

"Misalnya tentang rekening tiap calon legislatif yang diwajibkan membuat pelaporan dana kampanye sehingga objeknya bukan hanya parpol," kata Abdullah Dahlan.

Menurut dia apabila laporan dana kampanye caleg tidak diikut dilaporkan maka pelaporan dana kampanye partai belum mencerminkan laporan sesungguhnya.

Selain itu, dia menegaskan jika dana itu tidak dilaporkan maka tidak terkontrol sumber dan pengeluaran dana kampanyenya karena potensial masuknya dana haram.

Sebelumnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) sedang mempersiapkan regulasi yang mengatur rekening dana kampanye calon anggota legislatif yang harus dibuka dan dilaporkan pembukuannya dalam Peraturan KPU tentang Dana Kampanye.

"Pada prinsipnya kami menginginkan ada peningkatan kualitas penyelenggaraan pemilu," ujar Ketua KPU Husni Kamil Manik di Jakarta, Kamis (2/5).

Husni mengatakan salah satu indikator peraturan tersebut adalah hal-hal yang dibelanjakan dalam kampanye oleh partai politik dan seluruh pihak yang terlibat di dalamnya, termasuk caleg untuk bisa dipertanggungjawabkan.

Dengan adanya peraturan tersebut, lanjut Husni, KPU dapat mengantisipasi sumber dana parpol yang dilarang dalam aturan kampanye.

Abdullah menilai kelambanan KPU dalam membuat aturan tersebut berimplikasi serius kepada parpol terkait pengakuntansian pencatatan laporan keuangannya.

Selain itu menurut dia, dalam proses penetapan Daftar Calon Sementara (DCS) di dalam parpol, caleg harus membeli nominasi kandidat sehingga sudah keluar pembiayaan dalam konteks tersebut.

Tentunya kekhawatiran masuknya dana "tidak jelas" dalam dana kampanye parpol dan bacaleg patut diperhatikan karena beberapa kasus korupsi melibatkan elit partai.

Hal ini tentu saja jangan sampai dana hasil tindak pidana korupsi ataupun tindak pidana pencucian uang digunakan dalam pendanaan kampanye.

"Jangan sampai dana dari tindak pidana masuk untuk pendanaan politik," kata Abdullah.

KPU sudah mengisyaratkan akan dibuatnya peraturan pembatasan dana kampanye namun hingga saat ini belum dibuat.

Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) M Afifuddin menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) lambat membuat aturan mengenai pembatasan dana kampanye terhadap partai politik dan bakal calon legislatif.

Dalam konteks ini memang KPU diharapkan lebih peka terhadap berbagai kemungkinan yang terjadi dalam setiap tahapan pemilu mulai dari hal yang bersifat umum sampai khusus.

Afif mengatakan seharusnya KPU bisa mengantisipasi pembuatan aturan pembatasan dana kampanye sebelum semua tahapan pemilu dijalankan.

Hal itu menurut dia agar peserta pemilu mendapatkan kepastian hukum mengenai apa yang diperbolehkan dan dilarang Undang-Undang serta diatur lebih detail dalam PKPU.

"Apalagi soal dana kampanye ini merupakan hal sensitif sekali. Sebagai penyelenggara seharusnya mereka (KPU) sudah bisa menyiapkan sejumlah PKPU itu sebelum tahapan pemilu berjalan," ujarnya.

Menentang  
Peraturan pembatasan dana kampanye tentu berdampak langsung terhadap parpol dan bakal caleg karena akan membatasi dari sisi penerimaan dan pengeluaran dana mereka.

Oleh karena itu partai memiliki kepentingan dalam rencana pembuatan aturan tersebut.

Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) M Afifuddin menilai partai politik akan melawan atau "resisten" terhadap rencana pengaturan dana kampanye partai dan bakal calon legislatif di Pemilu 2014.

"Tentu mereka takut 'sumber dana' mereka terganggu," kata Afif.

Dia mengatakan perlawanan parpol itu karena mereka merasa terganggu karena aturan tersebut akan membatasi sumber dana yang didapatkannya selama ini.

Selain itu menurut dia, parpol melawan karena aturan yang nantinya dibuat KPU akan membatasi penggunaan dana kampanye yang dikeluarkan partai dan bakal caleg.

Afif menegaskan pengaturan dana kampanye diperlukan agar rivalitas kandidat atau parpol tidak terbatas hanya karena berapa uang yang dipakai dan digunakan.

Menurut dia, dalam penyelenggaraan pemilu yang bersaing adalah ide dan gagasan dari parpol dan bakal caleg untuk mendapatkan suara dari konstituen.

Pengamat politik Universitas Indonesia Arbi Sanit mengaku tidak yakin KPU dapat mengatur mengenai pembatasan dana kampanye tersebut. Karena menurut dia, KPU tidak memiliki kekuasaan untuk mengaturnya dan juga aturan itu akan ditentang parpol.

"KPU akan mengatur dana kampanye, namun apakah mereka punya kuasa untuk mengaturnya," kata Arbi Sanit.

Arbi Sanit lebih dalam melihat sistem di internal partai yang tidak baik termasuk tidak ada transparansi dalam pendanaan.

Hal itu menurut dia menyebabkan ada orang di luar sistem partai tidak akan memiliki kuasa untuk mengatur dan memperbaikinya.

"Mana mau mereka (parpol) memperbaiki karena segala usaha perbaikan di internal mereka ataupun dari luar pasti dilawan," ujarnya.

Dia menyarankan adanya pembenahan secara mendasar di tubuh parpol mengenai kesadaran keterbukaan dana kampanyenya. Menurut dia elemen masyarakat sipil tidak akan mampu berbuat banyak dalam mengawasinya karena sifatnya pembicaraan saja.

Sekretaris Jenderal Partai Bulan Bintang (PBB) BM Wibowo mengatakan partainya setuju apabila ada pembatasan dana kampanye bagi partai politik dan calon legislatif dalam Pemilu 2014 dengan syarat KPU membuat sistem agar politik berbiaya tinggi tidak ada.

"Sistem pemilu kita mahal, biaya cari suara dan menjaga suara agar tidak hilang itu tinggi," kata Sekretaris Jenderal PBB BM Wibowo.

Menurut dia, sistem yang ada saat ini belum menjamin suara pemilih jujur dalam prosesnya hingga penghitungan.

Hal itu menyebabkan partai politik (parpol) secara khusus menganggarkan dana untuk membayar saksi agar menjaga suara di tiap tempat pemungutan suara (TPS).

Dalam perkembangannya, DPR dan pemerintah akan segera membahas pembatasan dana kampanye dalam Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah.

Pembatasan itu ditekankan pada jumlah yang bisa dikeluarkan kandidat saat kampanye pilkada.

Pembatasan dana kampanye saat pilkada tentu juga bisa langkah awal untuk membuat aturan seperti itu dalam pelaksanaan pemilu.

Kemauan politik dari berbagai pihak terutama partai politik sangat diperlukan untuk terwujudnya transparansi pendanaan kampanye sehingga proses demokrasi Indonesia semakin bermartabat.