Ekspor pertanian Sumsel terus membaik di tengah pandemi

id ekspor impor,ekspor sumsel,ekspor pertanian sumsel,sumatera selatan,bps,bps sumsel,hasil hutan sumsel

Ekspor pertanian Sumsel terus  membaik di tengah pandemi

Beberapa anak menjadi buruh pengupas kelapa di kawasan Pelabuhan Tanjung Api-api, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Jumat (6/1). (ANTARA FOTO)

Palembang (ANTARA) - Ekspor pertanian Provinsi Sumatera Selatan terus membaik di tengah pandemi COVID-19 karena dipengaruhi tingginya permintaan terhadap buah kelapa, lada hitam dan hasil hutan bukan kayu.

Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan Endang Tri Wahyuningsih di Palembang, Senin, mengatakan, ekspor sektor pertanian ini terus melejit sejak tahun lalu bahkan sempat mencetak pertumbuhan hingga 90 persen.

“Meski share-nya dari total nilai ekspor Sumsel belum mencapai 1,0 persen, tapi ini menjadi salah satu poteni yang bisa dikembangkan,” kata dia.

Berdasarkan data BPS diketahui kontribusi ekspor pertanian Sumsel mencapai 0,97 persen terhitung Januari-April 2021 atau meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencatat 0,77 persen.

Sementara, sektor migas 2,46 persen dan pertambangan 21,54 persen.

Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Dinas Perkebunan Sumsel Rudi Arpian mengatakan sejak lama pemerintah provinsi (pemprov) menaruh perhatian pada perkebunan kelapa ini sehingga dilakukan stimulus seperti pembangunan pabrik pengolahan di Kabupaten Banyuasin.

Pabrik tersebut juga mengolah sabut kelapa menjadi serat (coco fiber) dan serbuk (coco peat) yang bernilai tambah untuk pasar ekspor dengan negara tujuan China, Jepang dan sebagian negara di Eropa. Harga pokok produksi coco fiber senilai Rp1.900 dan coco peat senilai Rp1.100/Kg di tingkat petani. Sementara untuk harga ekspor masing-masing senilai Rp3.000 dan Rp2.000/Kg.

“Kami harap pada 2021 ini sudah benar-benar ekspor,” kata dia.

Sumsel memiliki kebun kelapa seluas 65.242 hektare dengan produksi mencapai 57.570 ton kopra atau setara 230,28 juta butir kelapa per tahun.

Sektor perkebunan kelapa ini diharapkan sudah memanfaatkan sabut dan memproduksi cocofiber dan coco peat pada tahun 2021. Dengan potensi ekspor sabut 50 persen saja, maka dapat meraup devisi senilai Rp71,96 miliar.

Selain itu, Pemprov Sumsel juga mendorong pelaku perhutanan untuk menghasilkan produk hasil hutan bukan kayu (HHBK), seperti madu, rotan, minyak kayu putih, kopi.

Sumsel yang memiliki areal hutan terluas di Indonesia dengan luas 3,46 juta Hektare atau sekitar 37 persen dari total areal provinsi tersebut masih minim dalam eksplorasi potensi hutan.

“Masih terbatas di produk kayu, pada berdasarkan hasil penelitian dan pengembangan LHK justru banyak sekali,” kata Kepala Dinas Kehutanan Sumatera Selatan Pandji Tjahjanto.

Pengembangan produk HHBK sudah dilakukan melalui 14 Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di Sumsel.