China mendominasi impor barang ke Sumsel

id ekspor,ekspor sumsel,impor ,impor sumsel,ekspor impor,bps,karet,batubara,bps sumsel

China  mendominasi impor barang ke Sumsel

Aktivitas bongkar muat dipelabuhan boom baru Pelindo II Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (4/1/2019). (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/19)

Palembang (ANTARA) - China masih mendominasi impor barang ke Sumatera Selatan pada periode Januari-Maret 2021 dengan nilai 164,12 juta dolar AS (USD).

Sementara dua negara lainnya yang juga memiliki pangsa impor di Sumsel, yakni Malaysia 11,55 juta USD dan Kanada 9,46 juta USD berada pada urutan kedua dan ketiga, kata Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan Endang Tri Wahyuningsih di Palembang, Minggu.

“Untuk negara peringkat dua dan tiga ini selalu berganti-ganti, sementara China selalu menjadi yang utama sudah beberapa tahun terakhir,”  kata dia.

Barang-barang yang diimpor dari China ini umumnya merupakan barang modal seperti mesin-mesin mekanik dan peralatan listrik.

Menurut penggunaan barang, impor Sumsel pada Januari-Maret 2020 didominasi dengan barang modal 56,06 persen, barang konsumsi 1,59 persen dan bahan baku penolong 42,36 persen.

Sementara ekspor Sumsel ke China, yakni karet remah, batubara, bahan bakar mineral dan pulp dengan total 389,38 juta USD pada Januari-Maret 2021.

Walau ada penurunan drastis untuk ekspor pulp senilai 22,42 persen ke China, tapi share ekspor tetap tinggi ke negara ini.

Dengan demikian neraca perdagangan antara Sumsel dan China masih tetap surplus 225,26 juta USD.

“Begitulah, Sumsel kirim barang ke China, tapi juga mengimpor barang dari sana. Tapi jika dilihat, masih positif sejauh tetap surplus,” kata Endang.

Selain bermitra dengan China, Sumsel juga mengimpor produk dari Rusia, Singapura, Vietnam, Jepang, India, Yordania, Amerika Serikat, Jerman dan Finlandia.

Sementara itu, nilai ekspor Sumatera Selatan terus membaik terhitung sejak awal tahun 2021 setelah sempat dihamtam pengaruh COVID-19 mulai akhir Februari 2020.

Nilai ekspor Maret 2021 mencapai 360,59 juta dolar AS (USD) setelah pada Maret 2020 melorot menjadi 264,56 juta USD. Sementara pada Maret 2019 (sebelum COVID-19) mencapai 319,62 juta USD.

“Pergerakan hampir serupa juga terjadi pada Januari hingga Februari 2021. Ini artinya perekonomian mulai bergerak pulih,” kata Endang.