Formula 1 musim 2019 dalam retrospeksi

id lewis hamilton,formula 1,charles leclerc,sebastian vettel,valtteri bottas,max verstappen,alexander albon

Formula 1  musim 2019 dalam retrospeksi

Pebalap Mercedes Lewis Hamilton beraksi dalam Grand Prix Hongaria Formula One 2019 di Hungaroring, Budapest, Hogaria, 4 Agustus 2019. (ANTARA/REUTERS/LISI NIESNER)

Jakarta (ANTARA) - Dengan raihan hanya lima pole position, Lewis Hamilton musim ini dengan gamblang menunjukkan keulungannya mengendarai mobil balap Mercedes dan beradaptasi di trek lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.

Bahkan musim masih menyisakan dua balapan lagi untuk digelar ketika Hamilton memastikan gelar juara dunia keenamnya di ajang Formula One, kendati hanya finis di tempat kedua dalam seri ke-19 di Grand Prix Amerika Serikat di Sirkuit Americas (COTA), Austin, Texas, pada 3 November lalu.

Hamilton menutup musim dengan mengantungi 413 poin, capaian terbanyak sepanjang masa seorang pebalap, berkat tambahan poin untuk pencetak waktu putaran tercepat yang mulai diterapkan tahun ini.

Pebalap asal Britania itu menjuarai separuh lebih dari 21 balapan yang digelar tahun ini dengan 11 kemenangan Grand Prix, termasuk mengukuhkan dirinya sebagai pebalap tersukses di Kanada dan Hungaria lewat kemenangan sebanyak tujuh kali di sana.



Mercedes juga mengangkat trofi konstruktor setelah mematahkan rekor juara ganda Ferrari dengan mengklaim juara dunia pebalap sekaligus konstruktor untuk kali keenam secara beruntun, mengukuhkan dominasi mereka di era mesin hybrid turbo V6 sejak diperkenalkan pada 2014.

Sementara itu, meski Ferrari sekali lagi gagal merengkuh gelar juara dunia namun tahun ini, di bawah kepemimpinan kepala tim baru Mattia Binotto, tim asal Italia itu meraih hasil terbaiknya di era hybrid turbo.

Selanjutnya: Penantang serius di pramusim...
Pebalap Mercedes Valtteri Bottas memacu kendaraannya pada sesi latihan terakhir di sirkuit Yas Marina Abu Dabhi, Sabtu (30/11/2019). ANTARA/AFP/Giuseppe Cacace/aa. (AFP/GIUSEPPE CACACE)


Tes pramusim Formula 1 2019 di Barcelona pada Februari mengindikasikan Ferrari memiliki kecepatan jauh di atas tim-tim lain, termasuk rival mereka, Mercedes, dan berpeluang besar menjadi juara.

Namun ketika tiba di seri perdana musim itu di Melbourne, Mercedes dengan upgrade terbaru mengirimkan Valtteri Bottas ke podium teratas mematahkan anggapan prematur tersebut.

Kemudian di Bahrain, Charles Leclerc, yang menjalani debut bersama Ferrari, hampir menang di seri kedua itu jika saja tak mengalami masalah mesin di penghujung lomba, menguntungkan Hamilton dan Bottas yang menguntit di belakangnya.



Meski menang, Hamilton tak puas dengan performa awal mobil W10 Mercedes dan mengajak tim untuk berbenah mengetahui ancaman Ferrari yang lebih nyata tahun ini, juga persaingan yang lebih ketat dengan rekan satu timnya sendiri.

Hamilton yang tampil lebih dewasa kali ini kembali mengalahkan Bottas di China dan menang empat balapan beruntun dari Spanyol hingga Prancis, termasuk di Monako di mana ia mampu melaju dengan ban yang telah aus dan memaksa Max Verstappen melakukan kesalahan di Nouvelle chicane. Kemenangan itu ia persembahkan untuk Niki Lauda yang baru saja berpulang saat itu.

Paruh pertama musim yang menyakitkan bagi Ferrari di saat Mercedes memenangi semua seri kecuali dua balapan sebelum jeda musim panas, kekalahan itu pun disebabkan oleh tim Red Bull, bukan tim berlogo kuda jingkrak.

Selanjutnya: Tim Kuda Jingkrak bangkit...

Ferrari memutar otak di garasi mereka dan keluar dengan mobil yang lebih cepat dan stabil ketika musim berlanjut pada akhir Agustus.

Mereka langsung menang tiga balapan secara beruntun, Belgia, Italia dan Singapura hingga terlihat sebagai tim yang memilki paket terbaik secara keseluruhan. Toto Wolff, kepala tim Mercedes pun sempat dibuat kelabakan.

Di tahun pertamanya bersama Ferrari, Leclerc pun mampu mengalahkan rekan satu timnya yang lebih berpengalaman, Sebastian Vettel, dengan finis peringkat empat, unggul 24 poin dari sang juara dunia empat kali itu.



Vettel, yang hanya menang sekali tahun ini, yaitu di Singapura, beberapa kali membuat kesalahan fatal yang tak hanya menyebabkan dirinya kehilangan peluang podium namun juga meningkatkan tensi dengan Leclerc.

Mulai dari kegagalan team order yang mengeskalasi rivalitas dalam tim hingga puncaknya terjadi di Brasil ketika keduanya bersenggolan dan gagal finis karenanya.

Performa Ferrari kembali menurun seiring dengan tuduhan soal legalitas mesin SF90, namun Binotto pasang badan dan menyatakan mereka tak pernah melakukan perubahan yang melanggar aturan legalitas power unit mereka.

Selanjutnya: pertaruhan Red Bull dan Honda...

Sementara itu di garasi lain, pertaruhan Red Bull menggunakan power unit Honda tahun ini berbuah manis lewat tiga kemenangan Max Verstappen dalam musim pertama kemitraan mereka dengan pabrikan mesin asal Jepang itu.

Honda kembali ke F1 bersama McLaren pada 2015 sebelum berpisah pada akhir 2017 setelah tiga tahun yang buruk. Red Bull yang juga tak puas dengan power unit Renault kala itu memutuskan untuk beralih ke Honda pada 2019 menyusul tahun percobaan Toro Rosso yang menggunakan mesin Honda pada 2018.



Aliansi Red Bull dan Honda terbayar dengan dua pole position pertama Verstappen dalam karirnya serta kemenangan di Austria, Jerman dan Brazil untuk membawa sang pebalap asal Belanda itu ke peringkat tiga klasemen pebalap, posisi terbaik selama ini yang ia raih.

Verstappen pun mengungkapkan jika power unit Honda hampir setara dengan apa yang digunakan Mercedes dalam hal tenaga.

Soal reliabilitas, Verstappen mengaku puas karena power unit Honda bekerja baik dengan sasis mobil Red Bull dan tahun ini mereka belum pernah mengalami kendala mesin tak seperti tahun-tahun sebelumnya dengan mesin Renault.



Kesuksesan juga diraih Toro Rosso ketika Daniil Kvyaat dan Pierre Gasly mengklaim podium bagi tim mereka.

Gasly finis kedua di Brasil usai berpacu mengalahkan Hamilton jelang finis, sedangkan Kvyat menyintas Grand Prix Jerman yang kaos.

Berbekal debut positif dengan Honda, Verstappen pun berpeluang menjadi penantang serius untuk gelar juara tahun depan.

Selanjutnya: dunia otomotif berduka...

Boleh jadi Hamilton dan Mercedes menegaskan dominasi mereka di F1 di saat bintang-bintang muda mulai bersinar. Tapi sepertinya musim itu juga akan dikenang karena diwarnai sejumlah berita duka.

Seperti berpulangnya direktur balapan Charlie Whitting tiga hari jelang seri pembuka di Australia, Maret. Kemudian Niki Lauda, juara dunia tiga kali dan ketua non-eksekutif tim Mercedes, pada usia 70 tahun, yang kemudian dikenang di Grand Prix Monako.

Lalu kematian pebalap berusia 22 tahun Anthoine Hubert dalam kecelakaan balapan Formula 2 di Belgia pada Agustus yang mengejutkan semua orang.

Hubert adalah kawan sekaligus rival masa kecil dari Charles Leclerc, yang meraih kemenangan pada hari berikutnya di Spa dan mendedikasikan kemenangannya itu kepada sang mendiang pebalap asal Prancis.

"Kita kehilangan sejumlah orang dan itu cukup emosional, dari balapan pertama ke Monako hingga Spa," kata Hamilton usai mengangkat trofi juara dunia di gala mewah yang digelar di Prancis.



Paruh kedua musim cukup menyulitkan Hamilton yang bersikeras dirinya tak memiliki mobil terbaik di grid, namun mampu mempertahankan rekor finis dengan poin di 33 balapan secara beruntun hingga akhir musim untuk membawanya terpaut tujuh kemenangan dari rekor sepanjang masa Michael Schumacher yaitu 91 kali.

Sementara musim depan, dengan rekor 22 balapan, Hamilton yang kini berusia 34 tahun memiliki peluang menyamai gelar ketujuh Schumacher namun Leclerc dan Verstappen tak akan membiarkannya menang mudah.

Jangan lupakan juga transformasi Bottas, yang tahun ini menjadi runner-up dengan empat kemenangan, setelah nihil juara seri di musim sebelumnya.

Mantan tim Hamilton, Mclaren, di mana ia meraih gelar juara dunia pertamanya pada 2008, juga akan berjuang keras musim depan dengan kedua pebalapnya, Carlos Sainz dan Lando Norris yang membawa tim itu ke peringkat empat tahun ini.

Salah satu talenta muda lainnya adalah Alexander Albon yang melakoni debutnya bersama Red Bull di paruh kedua musim. Pebalap Thailand keturunan Inggris itu pun dinobatkan menjadi rookie terbaik tahun ini.

"Saya merasa sangat senang berada di masa ketika mereka hadir di sini," kata Hamilton soal rival-rival yang lebih muda itu. "Saya harap tahun depan semakin ketat."