Seniman: "Hasduk Berpola" cara gampang cintai negeri

id film, film hasduk berpola

Seniman: "Hasduk Berpola" cara gampang cintai negeri

Ilustrasi (Antarasumsel.com/Grafis/Aw)

Jakarta (ANTARA Sumsel) - Seniman yang juga sutradara film "Hasduk Berpola" Harris Nizam mengatakan motivasinya memproduksi film tersebut karena menganggap hal itu merupakan cara paling mudah dan sederhana untuk mencintai Indonesia.

"Saya tidak mau sok-sokan bicara soal nasionalisme yang terlalu berlebihan, tetapi bagaimana kita memaknai Sang Merah Putih dan lagu kebangsaan Indonesia Raya," kata Harris Nizam dalam konferensi pers usai pemutaran film tersebut bagi media di Jakarta, Rabu.

Menurut Harris, cara termudah untuk mencintai Indonesia adalah dengan bisa menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan baik. Oleh karena itu, dia merasa prihatin dengan banyaknya generasi muda yang tidak hafal dengan lirik lagu Indonesia Raya.

"Kalau generasi muda sudah mulai tidak mencintai dan memahami Indonesia Raya, negeri ini akan hancur," ujarnya.

Oleh karena itu, melalui film "Hasduk Berpola" dia ingin menggugah kembali rasa nasionalisme, terutama bagi generasi muda. Sebagai insan film, Harris sadar betul bahwa film merupakan alat propaganda yang paling ampuh.

"Sering kali tanpa kita sadari, kita mudah dipengaruhi oleh film. Setelah menonton film, kita tidak sadar bahwa kita sudah berubah," tuturnya.

Karena menyadari film sebagai alat propaganda yang ampuh, setelah film pertamanya, "Surat Kecil Untuk Tuhan", meledak di pasaran, Harris pun memantapkan diri sebagai sutradara yang tidak hanya ingin menghibur tetapi juga mengedukasi penonton.

Melalui film-filmnya, dia berharap penonton bisa memiliki perasaan lain atau menarik pelajaran alih-alih hanya sekadar mencari hiburan.

"Bukan berarti setelah menonton lalu rasa nasionalisme langsung muncul. Setidaknya setelah menonton, ada wacana atau diskusi yang bisa menimbulkan jiwa-jiwa nasionalisme," katanya.

Film "Hasduk Berpola" menceritakan tentang seorang anak berusia 12 tahun bernama Budi (Bangkit Prasetyo) yang ikut Pramuka karena ingin bersaing dengan salah seorang temannya, Kemal.

Melalui kegiatan di Pramuka, Budi malah berteman dengan Kemal dan mereka bahu-membahu untuk mewujudkan janji kakek Budi, Masnun (Idris Sardi), yang memiliki utang dengan rekan seperjuangannya saat peristiwa 10 November 1945 di Surabaya.