Petani di Sumsel perlu pabrik sawit mini

id petani, sawit, pabrik sawit, pabrik sawit di sumsel, harga sawit, petani mengeluh

Petani di Sumsel perlu pabrik sawit mini

Seorang pekerja memuat bongkahan kelapa sawit keatas mobil truck di pinggir jln raya Palembang-Prabumulih, Sumsel, Jumat (3/7). Harga minyak sawit mentah alias Crude Palm Oil (CPO) mengalami penurunan harga dari 2.345 ringgit per ton pada bulan juni

...."Paling tidak para petani bisa mengelola menjadi CPO. Jadi, selain harganya akan lebih tinggi, juga bisa lebih tahan," Herman Deru....
Palembang (ANTARA Sumsel) - Para petani di Sumatera Selatan tampaknya memerlukan pabrik kelapa sawit mini sehingga bisa mengolah tandan buah segar (TBS) menjadi crude palm oil (CPO).

Mantan Bupati Ogan Komering Ulu Timur Herman Deru menawarkan konsep itu terkait dengan anjloknya harga kelapa sawit di Palembang, Minggu.

Menurut dia, setiap zona perkebunan itu diperlukan pabrik kelapa sawit mini. Dengan demikian para petani sawit tidak tergantung dengan pabrik besar.

"Paling tidak para petani bisa mengelola menjadi CPO. Jadi, selain harganya akan lebih tinggi, juga bisa lebih tahan," katanya.

Dengan begitu para petani bisa menyimpan CPO, bukan TBS yang dalam dua atau tiga hari cepat busuk, ujarnya.

Sementara mengenai siapa yang membangun, tentunya Ini kewajiban pemerintah, ujarnya.

Ia menyatakan, di samping bisa dilakukan dengan pola dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Perusahaan perkebunan diminta untuk mengalokasikan dana CSR-nya guna membangun pabrik pengolahan kelapa sawit mini.

Selain menawarkan konsep itu, mantan bupati OKU Timur tersebut juga menawarkan, kondisi jalur distribusi produk perkebunan seperti karet.

Mata rantai yang panjang membuat para pekebun karet tidak bisa menikmati harga yang baik.

Ia menyatakan, ada tujuh tingkatan mata rantai penjualan karet mulai dari penyadap, lalu ke pemilik kebun kemudian ke pengepul desa. Selanjutnya ke pengepul kecamatan hingga terus ke pabrik karet dan menjadi crumb rubbber hingga di ekspor. Seandainya saja mata rantai mengambil keuntungan Rp1.000, maka ada Rp7.000 yang tidak dinikmati pekebun, jadi ini harus diputus.

Seandainya bisa dipotong empat tingkatan saja dan uang tersebut diberikan keuntungannya ke para pekebun, pekebun sudah menikmati Rp4.000.

Ini sangat baik untuk menjaga dan menstabilkan harga karet, langkah lainnya dengan mendirikan industri olahan karet.

"Kita dulu ada pabrik ban Intirub yang sangat terkenal dan ini tentunya yang harus dihidupkan lagi," katanya.