Ekonomi domestik yang relatif kuat juga terekam pada indikator perbankan yang terlihat pada pertumbuhan kredit bank umum yang masih cukup baik yaitu sebesar 8,96 persen (yoy) meskipun melambat dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 11 persen (yoy).
Pertumbuhan kredit tersebut didorong oleh membaiknya aktivitas usaha dan meningkatnya tingkat keyakinan atau optimisme konsumen.
Di sisi lain, dana pihak ketiga (DPK) juga masih tumbuh yaitu sebesar 6,54 persen (yoy) atau sedikit melambat dari tahun sebelumnya sebesar 6,77 persen (yoy).
Perlambatan DPK antara lain dipengaruhi oleh pertumbuhan DPK yang tinggi pada masa pandemi yang di antaranya disebabkan terbatasnya konsumsi masyarakat, tingginya surplus di beberapa perusahaan korporasi, meningkatnya konsumsi masyarakat seiring dengan penyesuaian status pandemi menjadi endemi, peralihan arus dana non-residen ke luar seiring tingginya suku bunga global, serta dampak dari instrumen alternatif penempatan dana selain DPK yang semakin atraktif.
Selain itu, perlambatan DPK dan kredit juga disebabkan adanya aksi sebagian korporasi yang melakukan self financing dengan menggunakan surplus cashflow di perbankan untuk membiayai kebutuhan belanja operasional. Hal tersebut sejalan dengan perlambatan pertumbuhan Kredit Modal Kerja (KMK) dibanding tahun lalu.
Bauran kebijakan
Untuk menjaga ketahanan ekonomi Indonesia dari perekonomian dunia yang melambat dengan ketidakpastian pasar keuangan, pemerintah melalui Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Hal itu dilakukan untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia di atas 5 persen.
Kebijakan moneter tetap diarahkan pro-stability untuk penguatan stabilisasi nilai tukar rupiah serta langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5 plus minus satu persen pada 2024.
Sementara itu kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro-growth diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan makroprudensial longgar ditempuh dengan mendorong kredit atau pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga.
Langkah-langkah penguatan bauran kebijakan yang ditempuh, di antaranya stabilisasi nilai tukar rupiah melalui intervensi di pasar valas pada transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder; dan penguatan strategi operasi moneter yang pro-market untuk efektivitas kebijakan moneter, termasuk optimalisasi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI).
SRBI, SVBI dan SUVBI menjadi instrumen untuk pendalaman pasar uang dan menarik aliran modal asing masuk ke dalam negeri. Lelang SRBI dan SVBI hingga 19 Desember 2023 masing-masing mencapai Rp229,95 triliun dan 421,50 juta dolar AS. Sementara lelang SUVBI telah mencapai 129 juta dolar AS.
Selain itu, BI melakukan penguatan kebijakan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan fokus pada suku bunga kredit per sektor ekonomi.
Berita Terkait
BPS: Ekonomi Sumsel tumbuh 5,06 persen pada kuartal I/2024
Senin, 6 Mei 2024 18:32 Wib
Ajak anaklakukan aktivitas fisik 3 jam sehari untuk tumbuh kembangnya
Selasa, 2 April 2024 11:39 Wib
Pelaporan SPT Pajak Tahunan di Sumsel dan Babel Tumbuh 5,5 persen
Kamis, 29 Februari 2024 18:40 Wib
BPOM: Intervensi tumbuh kembang anak tak selalu harus melalui suplemen
Jumat, 23 Februari 2024 16:19 Wib
Terus tumbuh, Industri film Indonesia diprediksi sedot 60 juta penonton pada 2024
Jumat, 9 Februari 2024 23:43 Wib
Ekonomi Sumsel pada triwulan IV-2023 tumbuh 4,94 persen
Selasa, 6 Februari 2024 8:00 Wib
OKU Selatan optimalkan percepatan penurunan stunting
Sabtu, 27 Januari 2024 17:47 Wib
Ini alasan investasi hingga pinjol ilegal masih terus tumbuh
Jumat, 12 Januari 2024 17:21 Wib