BKKBN turunkan 557 tim pendamping keluarga di Banyuasin cegah kekerdilan anak

id BKKBN,Stunting,Tim Pendamping Keluarga

BKKBN turunkan 557 tim pendamping keluarga di Banyuasin cegah kekerdilan anak

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo saat ditemui ANTARA di Desa Tabuan Asri, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Senin (11/4/2022). (ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti)

Banyuasin, Sumsel (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menurunkan 557 Tim Pendamping Keluarga (TPK) di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, untuk mencegah terjadinya tengkes (kekerdilan) pada anak.

“TPK ini bertugas melakukan pendampingan kepada remaja atau calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui dan anak usia 0-59 bulan, sehingga memiliki pemahaman yang cukup dalam upaya pencegahan 'stunting'," kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo kepada ANTARA di Desa Tabuan Asri Kecamatan Pulau Rimau Kabupaten Banyuasin, Senin.

Hasto menyebutkan 557 tim tersebut setara dengan 1.671 personel yang masing-masing tim terdiri dari bidan, kader PKK dan kader KB, agar angka prevalensi di kabupaten itu dapat turun sesuai dengan target yang diimpikan oleh Presiden Joko Widodo yakni 14 persen pada tahun 2024.

Baca juga: BKKBN catat angka stunting di Sumsel capai 24,8 persen

Angka prevalensi kekerdilan pada anak di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan masih menyentuh angka 22,0 persen dan masuk dalam kategori kuning.

Sebenarnya angka prevalensi kekerdilan  di Kabupaten Banyuasin sudah berada di bawah angka secara nasional yang saat ini mencapai 24,4 persen. Namun artinya, masih ada 22 anak di Kabupaten itu yang dapat dipastikan terkena kekerdilan.

Hadirnya tim pendamping keluarga itu, diusung BKKBN karena kekerdilan membawa banyak dampak buruk bagi kualitas generasi masa depan bangsa.

Anak tidak dapat tumbuh tinggi secara optimal, kemampuan intelektual yang menjadi rendah sekaligus mudah terkena penyakit pada saat menginjak usia tua.
 

Kekerdilan, kata Hasto, menyebabkan anak-anak di usia tua mudah terkena obesitas sentral atau gemuk di bagian tengah tubuh serta rentan terkena penyakit seperti tekanan darah tinggi, stroke ataupun kencing manis.

Ketiga hal tersebut karena anak tidak mendapatkan gizi yang cukup, sering terkena penyakit akibat kurangnya imunisasi serta buruknya pola pengasuhan keluarga pada saat 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).

“Salah satu penyebab 'stunting' adalah pengasuhan yang tidak bagus di dalam keluarga. Itu menyebabkan anak tidak gembira, kemudian tidak memiliki nafsu makan dan berakhir terkena :stunting',” kata Hasto.

Baca juga: Palembang galakkan balita berkunjung ke posyandu cegah stunting

Guna memutus mata rantai kekerdilan di dalam keluarga, Hasto meminta para calon pengantin untuk menjalankan peraturan yang telah diresmikan oleh Kementerian Agama terkait pemeriksaan kesehatan tiga bulan sebelum calon pengantin menikah.

Hal itu dimaksudkan agar kesehatan calon pengantin dapat diketahui dan dikoreksi oleh tim pendamping keluarga, bila hasilnya tidak memenuhi standar yang ditetapkan. Misalnya, lingkar lengan ibu harus 23 centimeter atau Hemoglobin (Hb) dalam darahnya mencapai 11,5.
 

Di sisi lain, Hasto menekankan lewat pemeriksaan itulah dapat diketahui kesiapan calon ibu untuk dapat hamil bahkan sebelum melangsungkan pernikahan.

“Pak Menteri Agama sudah mendeklarasikan semua (calon pengantin) harus periksa sebelum menikah. Kalau hasilnya tidak sehat, tetap dinikahkan tapi dibimbing oleh TPK selama tiga bulan. Jadi jangan hanya pikirkan soal pre-wedding, pre-konsepsi itu penting,” ucap dia.
Baca juga: Pangan bergizi hingga pemantauan pertumbuhan demi cegah anak stunting