Kasus stunting di Kabupaten OKI menurun

id stunting,gagal tumbuh,bkkbn,tp pkk,oki,kabupaten oki

Kasus stunting di Kabupaten OKI menurun

Petugas mengukur lingkar kepala anak pada kegiatan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) di Posyandu Cemara Albariah Gandus Palembang, Sumsel, Kamis (23/9/2021). (ANTARA FOTO/Feny Selly/hp)

Palembang (ANTARA) - Kasus gagal tumbuh (stunting) pada anak di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, menurun signifikan dalam tiga tahun terakhir berkat intervensi yang dilakukan pemangku kepentingan setempat.

Wakil Bupati OKI Dja'far Shodiq di Kayuagung, Senin, mengatakan persentase angka stunting di Kabupaten OKI sebelumnya terbilang tinggi pada 2018 yakni 30,6 persen.

Namun, berkat upaya dari pemkab bekerja sama dengan Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (Tim Penggerak PKK) , BKKBN, LSM, dan lainnya akhirnya bergerak turun pada 2019 mencapai 11,08 persen dan pada 2020 menjadi menjadi 8,44 persen.

“Kini sudah satu digit, tapi kami tidak mau berpuas diri. Harus terus diturunkan,” kata dia.

Atas capaian tersebut Pemkab OKI meraih penghargaan dari Pemprov Sumsel atas upayanya dalam pelaksanaan konvergensi intervensi penurunan stunting terintegrasi pada tahun 2020.

Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten OKI Lindasari Iskandar mengatakan PKK sebagai mitra pemerintah memiliki program kerja di bidang kesehatan, yang salah satu kegiatannya menekan angka stunting.

Untuk itu, seluruh kader hingga tingkat desa diminta untuk mengedukasi dan membantu masyarakat terutama ibu hamil, menyusui dan balita agar mendapatkan gizi seimbang agar tidak gagal tumbuh.

"Bagi PKK, program penanganan stunting, yaitu bagaimana untuk mengurangi angka stunting, pertumbuhan yang tidak baik, baik secara fisik terjadi kekerdilan maupun perkembangan otak yang tidak bagus kepada anak kita karena kekurangan gizi," katanya.

TP PKK dapat berperan aktif dalam memperhatikan dan menyosialisasikan pentingnya asupan nutrisi pada ibu hamil hingga pemberian nutrisi pada 1.000 hari kehidupan ketika bayi telah dilahirkan.

Untuk itu, perlu dilakukan inventarisasi dan bekerja sama dengan semua pihak sehingga kami harapkan anak-anak kita tumbuh sehat dan berkembang menjadi tenaga kerja yang produktif untuk kemajuan bangsa, ujar dia.

Menurutnya, terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan tingginya angka stunting. Diantaranya yakni kurangnya asupan gizi, rendahnya cakupan akses air dan sanitasi yanng bersih, rendahnya pendidikan orang tua, dan kurangnya tenaga kesehatan terutama ahli gizi dalam pemantauan perkembangan balita.

“Apalagi di tengah pandemi seperti saat ini, sangat butuh intervensi oleh banyak pihak untuk menekan kasus stunting karena diperkirakan banyak keluarga miskin yang bertambah,” kata dia.

Terkait, percepatan penurunan stunting, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting dan menargetkan penurunan prevalensi stunting 14 persen di tahun 2024 serta target pembangunan berkelanjutan di tahun 2030 berdasarkan capaian di tahun 2024.