BPBD Sumsel: Cuaca buruk ancam kerusakan lahan pertanian

id BPBD: Petani waspada, cuaca buruk ancam kerusakan lahan pertanian, cuaca ekstrem, siaga bencana sumsel

BPBD Sumsel: Cuaca buruk ancam kerusakan lahan pertanian

Arsip : Petani menanam padi memanfaatkan lahan sawah tadahujan, Desa Sukajadi, Kecamatan Pseksu, Kabupaten Lahat, Sumsel (ANTARA/M Riezko Bima Elko P/21)

Sumatera Selatan (ANTARA) - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Selatan, memprakirakan cuaca buruk yang akan terjadi pada November sampai Maret 2022 dapat mengancam kerusakan lahan pertanian dan perkebunan sehingga diimbau para petani untuk tetap waspada.

Kepala Bidang Penanganan Kedaruratan BPBD Sumatera Selatan Ansori di Palembang, Sabtu mengatakan, selama periode tersebut 
petani harus meningkatkan kewaspadaan sebab hujan disertai angin kencang berpotensi menjadi bencana banjir dan tanah longsor yang dapat merusak lahan petani

"Sudah ada laporan kerusakan lahan pertanian dan perkebunan karena banjir dan banjir bandang.  Sudah terjadi hampir seluruh Sumsel namun jumlahnya sedang kami rekapitulasi," kata dia.

Petani perlu berkordinasi dengan BMKG setempat supaya waktu panen dan tanam dapat diperhitungkan dan terhindar dari dampak minor kondisi cuaca saat ini. 

"Kordinasi ke BMKG sebagai salah satu bentuk kewaspadaan petani biar tidak salah mengaambil tindakan," katanya.
 
Berkaca dari kejadian bencana pada 2020, lanjutnya, tercatat seluas 5.319 Hektare (Ha) sawah yang terendam banjir. Seluas enam hektare sawah di antaranya mengalami kerusakan dan gagal panen, kemudian 281 Ha kebun terendam air.

Oleh karena itu kejadian tersebut menjadi gambaran tahun ini sehingga dampak kerusakan bisa ditekan.

"Tentu caranya harus ada komitmen bersama semua pihak dalam mengatasi bencana ini," ujarnya.

Sementara itu Kepala Dinas Pertanian dan Holtikultura Kabupaten Muaraenim Ulil Amri di Muaraenim, Sabtu mengatakan, dampak cuaca buruk seperti banjir dan  longsoran sejauh ini belum mempengaruhi lahan pertanian secara signifikan, namun potensi terjadi tetap ada.

Hal tersebut dikarenakan sawah yang rawan mengalami banjir berada di kawasan hilir, sementara petani sudah melewati masa panen di antaranya kawasan Kecamatan Sungai Rotan dan Muara Belida.

Meski demikian bukan berarti petani terbebas dari kerusakan lahan,  karena pertanian yang digarap ada sawah tanah lebak dan tadah hujan sehingga potensi banjir tetap ada.

"Petani kami minta mewaspadai potensi banjir karena saat ini curah hujan cukup tinggi," imbuhnya.

Demikian juga halnya dengan petani yang berada di wilayah hulu mulai dari Tanjung Enim hingga Kecamatan Semendo Raya saat ini sudah mulai menanam padi agar tetap waspada.

"Tetap diimbau waspada karena  kawasan dataran tinggi juga rawan bencana. Kalau cuaca semakin memburuk bisa masa tanam mundur," ujarnya.

Guna mengeleminir potensi dampak bencana tersebut masyarakat diharapkan memperhatikan aliran pembuangan air atau penampungan air irigasi, anak sungai dan waduk.

Sebab lahan sawah di Muara Enim seluas 21.300 Hektare (Ha), rata-rata merupakan sawah rawa lebak tadah hujan dan irigasi yang sangat membutuhkan perawatan. 

"Kalau sudah ada pendangkalan irigasi harus dibersihkan sehingga mampu maksimal menampung debit air saat hujan dan sirkulasi aliran air pun mnjadi lancar," tandasnya.