Babel perketat pengawasan pelabuhan 'tikus'

id pelabuhan tikus,lalu lintas lalui pelabuhan tikus,pengawasan pelabuhan

Babel perketat pengawasan pelabuhan 'tikus'

Polres Bangka Barat amankan barang bukti kapal cepat mini angkutan penumpang antarpulau karena tidak memiliki izin usaha. (Babel.antaranews.com/Donatus)

Pangkalpinang (ANTARA) - Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memperketat pengawasan pelabuhan 'tikus' (pelabuhan tidak resmi) untuk mencegah lalu lintas orang dari daerah zona merah ke wilayah penghasil timah itu.

"Pengamanan pelabuhan 'tikus' ini untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona," kata Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Provinsi Kepulauan Babel, Mikron Antariksa di Pangkalpinang, Selasa.

Menurut dia Bangka Belitung merupakan provinsi kepulauan yang banyak terdapat pelabuhan 'tikus' (tidak resmi), sehingga potensi lalu lintas orang di pelabuhan tersebut sangat besar, apalagi adanya larangan mudik di pelabuhan resmi.

"Saat ini seluruh pelabuhan resmi sudah menghentikan operasi kapal-kapal penumpang, sementara kapal logistik tetap berjalan normal untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat di tengah pendemi COVID-19 ini," katanya.

Ia mengatakan dalam mengoptimalkan pengawasan pelabuhan kapal nelayan dan jalur laut tidak resmi tersebut, Gugus Tugas COVID-19 telah bekerja sama dengan TNI dan Polri.

"Sudah beberapa hari ini petugas sudah 'stand by' di lapangan untuk memastikan tidak ada lagi lalu lintas orang di pelabuhan tikus tersebut," ujarnya.

Sementara itu, Kapolres Bangka Barat AKBP Muhammad Adenan mengatakan pihaknya telah mengamankan dua orang yang diduga menjadi nahkoda kapal cepat mini angkutan penumpang antarpulau karena tidak memiliki izin usaha.

"Kami berharap penindakan ini bisa menjadi terapi kejut bagi masyarakat agar kasus serupa tidak terulang," katanya.

Ia mengatakan kedua orang pelaku tersebut diduga melanggar Pasal 287 Undang Undang RI Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran karena mengoperasikan kapal angkutan di perairan tanpa izin usaha, dengan ancaman pidana paling lama satu tahun atau denda Rp200 juta.

"Mereka melakukan pengangkutan penumpang dari Sungsang menuju Mentok dengan imbalan sebesar Rp1.500.000 per perjalanan," katanya.