Pengamat: Aparat keamanan hendaknya persuasif antisipasi aksi 22 Mei

id People power,Aksi 22 mei,People power 22 mei,Amien rais,Demokrasi,Persiapan penetapan pemilu,Kpu,Bawaslu,Pengumuman hasi

Pengamat: Aparat keamanan hendaknya persuasif antisipasi aksi 22 Mei

Pengamat politik sekaligus Direktur Center for Democracy and Civilization Studies (CDCS), Alip Dian Permata. (Antara News Sumsel/Aziz Munajar/19)

....Jika dikaitkan bahwa oposisi akan memobilisasi massa dalam jumlah tertentu rasanya sulit, karena oposisi tidak punya kemampuan yang cukup besar....
Palembang (ANTARA) - Pengamat politik sekaligus Direktur Center for Democracy and Civilization Studies (CDCS) Sumatera Selatan Alip Dian Permata mengatakan aparat keamanan hendaknya tetap bertindak persuasif dan tidak represif  dalam mengantisipasi kemungkinan aksi 22 Mei "people power"..

"Jika dikaitkan bahwa oposisi akan memobilisasi massa dalam jumlah tertentu rasanya sulit, karena oposisi tidak punya kemampuan yang cukup besar, tidak relevan sekali jika memandang aksi 22 Mei sebagai aksi menggembosi pemerintah yang sah," kata Alip Dian Permata kepada Antara di Palembang, Senin..

Ia berharap baik peserta 22 Mei dan pemerintah tetap menyuarakan hak masing-masing dengan kepala dingin, logis, bijak dan mengutamakan persatuan.

"Mungkin pemerintah perlu me-recovery pendekatan yang lebih lunak, ini kan hanya panggung politik, coba persuasif saja dengan oposisi," demikian Alip.

Dia menilai "people power" rencana aksi 22 Mei masih konstitusional karena bersifat menyuarakan pendapat dan tidak mengancam stabilitas negara.

"Massa 22 Mei ingin menyuarakan perihal dugaan kecurangan pemilu yang meminta transparansi penyelenggara pemilu, itu masih bagian dari demokrasi menyuarakan pendapat dan negara harus mendengarkan aspirasi ini," katanya.

Menurut dia, rencana aksi 22 Mei mau tidak mau memang sudah diinterpretasikan oleh banyak pihak dengan berbagai pemahaman, sehingga masing-masing menanggapi sesuai pemahamannya.

Aparat keamanan, kata dia, harus tetap mengedepankan tugas pokok dan fungsinya menghadapi massa dengan melindungi hak asasi peserta aksi, menghargai asas legalitas berkumpul menyuarakan pendapat, menghargai asas praduga tak bersalah serta mengedepankan asas hukum.

"Jangan sampai ketika memandang peserta aksi, aparat keamanan sudah punya mindset bahwa massa akan mendekonstruksi negara yang berujung krisis keamanan dan campur tangan terorisme, rasanya tidak perlu menggiring opini jika massa 22 Mei akan mengganggu stabilitas negara," ujar Alip.

Selain itu, pada dasarnya Indonesia sudah sering menghadapi "people power" yang semuanya relatif berakhir damai, misalnya 212 dan 411, artinya  di Indonesia sejauh ini masih tahap wajar.

"Jika people power dimaksudkan dengan seperti yang terjadi di Mesir, Suriah atau Tunisia yakni berusaha melakukan suksesi kekuasaan dengan memaksa, maka maknanya terlalu besar untuk Indonesia, People power di sini hanya sekadar proses politik, masih ada celah untuk konsensus bersama para elit politik," jelasnya.