Menuju gerbang ekonomi Sumatera

id sumatera,gerbang ekonomi,komoditas

Menuju gerbang ekonomi Sumatera

Foto udara Jembatan Musi IV Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (7/12/2018). Pembangunan jembatan Musi IV yang menghubungkan Seberang Ulu (SU) dan Seberang Ilir dengan panjang 1.130 meter, lebar 12 meter tersebut saat ini telah rampung dan direncanakan akan diresmikan pengoperasiannya oleh Presiden Joko Widodo pertengahan Desember 2018. ANTARA FOTO/Nova WahyudiFoto udara Jembatan Musi IV Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (7/12/2018).

Bengkulu (ANTARA News Sumsel) - Provinsi Bengkulu secara geografis bisa dikatakan kurang beruntung karena terletak di pesisir barat Pulau Sumatera, daerah yang tidak bersentuhan langsung dengan jalur transportasi dan ekonomi, seperti jalur tengah, apalagi pantai timur pulau itu.

Jalur tengah dan timur sudah lama menjadi urat nadi Sumatera. Jalur ini menjadi akses transportasi utama yang menghubungkan ujung Pulau Sumatera di Aceh menuju Pulau Jawa.

Kondisi ini membuat Bengkulu menjadi provinsi yang "terisolasi" dalam berbagai bentuk, sehingga berdampak juga pada isolasi perekonomian daerah.

Tak bisa dipungkiri, terbatasnya akses ke Bengkulu membuat provinsi tempat lahirnya ibu negara, Fatmawati ini, tidak masuk kriteria daerah investasi yang bagus bagi banyak investor.

Data BPS dari 2015-2017 menunjukkan bahwa Bengkulu menjadi salah satu daerah termiskin di Pulau Sumatera. Bahkan, sempat muncul istilah bahwa Bengkulu "daerah timur" yang berada di barat Indonesia.

Pada 2017, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) ketika itu, Bambang Brodjonegoro, mengatakan kemiskinan Provinsi Bengkulu termasuk akut dengan angka kemiskinan 17,03 persen dari jumlah penduduk dan menjadi provinsi termiskin di Pulau Sumatera.

Namun, angka-angka statistik tersebut tidak membuat daerah dengan keindahan bunga Rafflesia ini, berpangku tangan dan menerima kenyataan bahwa Bengkulu merupakan daerah miskin yang tak terselamatkan.

"Kita berbenah berupaya mendobrak anggapan tersebut, kita merupakan daerah paling beruntung dan wilayah terbaik di Sumatera, menjadi gerbang perekonomian Sumatera," kata Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah.


Aksi Nyata

Menjadikan Bengkulu sebagai gerbang perekonomian Sumatera bukan hanya sebatas wacana. Pemerintah daerah, instansi vertikal, dan berbagai lini masyarakat melakukan aksi nyata untuk mewujudkan impian tersebut.

"Akselerasi kita dengan provinsi lain tidak akan pernah sama jika kerangka daerah kita berbeda, ibarat mereka punya rumah tipe 60 kita rumah tipe 36," kata dia.

Dengan perumpamaan rumah yang sempit, apapun tidak akan cukup ruang untuk dibawa masuk, baik manusianya maupun industri dan investasi.

Oleh karena itu, langkah pertama yang diambil Provinsi Bengkulu menaikkan kelas instansi vertikal, seperti kepolisian, TNI, dan universitas.

Peningkatan status kepolisian, kata dia, akan menambah tugas pokok dan fungsi serta jumlah personel yang ditempatkan di Bengkulu.

Begitu juga dengan menaikkan status sekolah tinggi dan institut menjadi universitas, tentunya memberikan kemudahan perguruan tinggi menambah program studi dan fakultas. Hal tersebut, berdampak kepada penambahan jumlah penduduk yang berdomisili di Bengkulu.

Di sisi infrastruktur, pemerintah daerah bekerja sama dengan Pelindo menjadikan daerah Pelabuhan Pulau Baai sebagai kawasan ekonomi khusus dengan cakupan yang relatif luas, sehingga pelabuhan itu tidak lama lagi mampu menjadi pelabuhan ekspor langsung dengan dukungan terbaik di jalur tol laut barat Pulau Sumatera.

Bahkan, menjadi yang terbaik sebagai daerah pengekspor langsung ke negara tujuan dan dukungan infrastruktur terluas di Indonesia.

"Itu yang sedang kita upayakan," kata Rohidin.

Rencana ini akan menjadikan Bengkulu sebagai gerbang ekspor impor Pulau Sumatera dengan dukungan jalur tol yang menghubungkan Bengkulu ke jalur lintas tengah Sumatera.

Tidak hanya tol, Pelabuhan Pulau Baai juga bisa diakses dengan moda trasportasi kereta api. Kedua infrastruktur tersebut segera dibangun karena pada tahun ini sudah mendapatkan "lampu hijau" dari pemerintah pusat.

Perbaikan infrastruktur pada 2018 juga mulai dikerjakan untuk transportasi udara di mana Bandara Fatmawati Bengkulu sedang dalam tahap pembangunan menjadi bandara internasional dan dikelola PT Angkasa Pura.

"Awalnya pihak kementerian dan Angkasa Pura keberatan, karena syarat menjadi bandara internasional mewajibkan angka pengguna transportasi udara harus di atas satu juta per bulan, sementara Bengkulu belum mencapai itu," ucapnya.

Namun, dengan meyakinkan pihak terkait bahwa dengan menjadikan bandara internasional terintegrasi kawasan ekonomi khusus Pelabuhan Pulau Baai, dinilai mampu memacu tingkat kunjungan serta penambahan penduduk yang pesat, akhirnya permohonan Bengkulu disetujui.

Apalagi, Bengkulu daerah terdekat dari Jakarta, hanya sekitar 50 menit penerbangan. Jika akses penerbangan dan pelayaran sudah bertaraf internasional, investor menjadi tertarik membangun industri di Bengkulu.

Begitu pula jumlah penerbangan terus ditingkatkan dengan memperluas konektivitas dengan daerah lain, seperti penambahan rute dari Bandara Fatmawati Bengkulu menuju Kabupaten Mukomuko yang baru beroperasi dua bulan terakhir,?dilayani maskapai Lion Air.

Bengkulu masih memiliki ruang yang luas untuk kawasan industri, sedangkan di Pulau Jawa peruntukan kawasan semakin sempit, baik karena padatnya pembangunan maupun padatnya penduduk.

Peningkatan status lembaga, membangun kawasan terintegrasi pelabuhan, bandara, dan akses menuju daerah jalur lintas tengah Pulau Sumatera, diharapkan mampu menjadikan Bengkulu sebagai gerbang masuk kebutuhan dan keluarnya komoditas unggulan Sumatera.

Hal itu akan juga akan menjadi pemicu aktivitas perekonomian di Bengkulu menjadi lebih tinggi, karena daerah ini menjadi daerah potensial industri, jumlah penduduk yang akan berdomisili di Bumi Rafflesia juga meningkat. Investor juga akan melirik jenis usaha pendukung lain, seperti perhotelan dan kuliner.

"Dan itu sudah dimulai di 2018 ini dengan dibangunnya pabrik turunan CPO, yakni minyak goreng di Seluma, pembangunan hotel, dan satu lagi pusat perbelanjaan di Kota Bengkulu," ucapnya.


Tren Positif

Pada 2018, perekonomian Provinsi Bengkulu menunjukkan tren positif, walaupun tidak melesat tinggi, namun kenaikannya cukup optimistis.

Bengkulu hanya mampu bertumbuh 4,99 persen pada 2017, sedangkan pada 2018 pertumbuhannya sedikit lebih baik, yakni di angka 5,07 persen (yoy).

Untuk 2019, bahkan Bank Indonesia memprediksi perekonomian Bengkulu mencatatkan kenaikan cukup bagus, menjadi 5,20 persen (yoy).

"Komitmen pelelangan kegiatan pemerintah daerah, mulai awal tahun manjadi kabar baik, berbagai upaya pembangunan infrastruktur dan peningkatan kualitas dan kuantitas komoditas ekspor unggulan diprediksi juga menjadi fondasi di 2019," kata Kepala Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Bengkulu Endang Kurnia Saputra.

Endang optimistis perekonomian Provinsi Bengkulu dapat tumbuh lebih tinggi lagi, yakni ke angka 6,70 persen (yoy) tahun-tahun mendatang jika terjadi peningkatan setidaknya pada enam sektor.

Sektor-sektor tersebut, yakni perbaikan Pelabuhan Pulau Baai, peningkatan status dan infrastruktur bandara, hilirisasi komoditas utama setempat, seperti CPO, karet, dan batu bara.

Selain itu, perhatian lebih untuk komoditas potensial, seperti kopi dan peternakan sapi potong dan perah, serta penguatan Bengkulu menjadi daerah wisata.

Sektor kepariwisataan Bengkulu memang masih tertinggal dari daerah lain. Upaya penguatan harus segera dimulai karena membutuhkan waktu yang relatif lama.

Perhatian terhadap pengembangan potensi kopi sudah berjalan, tinggal penguatan kualitas dan kuantitasnya sehingga memenuhi standar dan permintaan ekspor.*
b