Tanggamus (Antaranews Sumsel) - Pemerintah Provinsi Lampung bersama Pemerintah Kabupaten Tanggamus dan lembaga konservasi alam segera menindaklanjuti penyelesaian konflik manusia dan gajah yang terjadi di Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus.
"Konflik manusia dan gajah di Kecamatan Semaka terjadi sejak Juni 2017," kata Kepala Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Agus Wahyudiyono, di Tanggamus, Sabtu.
Akibat konflik itu, lanjutnya, beberapa pekon di Kecamatan Semaka yakni Pardawaras, Srikaton, Karang Agung, Sidomulyo, sampai Tulung Asahan ikut terkena dampak konflik tersebut.
Ia menjelaskan rata-rata lahan yang rusak terhitung mencapai 100 hektare, baik dari kebun pisang, papaya, kelapa, nangka, cempedak, dan padi.
"Tercatat sedikitnya 20 kejadian konflik dalam rentang waktu tiga bulan terakhir," ujar Agus.
Secara historis, ia mengungkapkan hampir selama 10 tahun terakhir, peristiwa keluarnya gajah dari wilayah habitatnya yaitu hutan lindung dan TNBBS merupakan peristiwa yang jarang terjadi di Kecamatan Semaka.
Berbagai faktor dapat menjadi penyebab antara lain waktu napak tilas, kelangkaan makanan akibat perubahan habitat, dan perubahan perilaku pakan menjadi kemungkinan penyebab populasi gajah keluar dari habitatnya dan memakan tanaman di kebun masyarakat seperti pisang, pepaya, pinang, dan padi.
Karena itu, ia mengatakan perlu dilakukan pendekatan dari berbagai dimensi (multidimension approach) dan dilakukan dengan sinergitas oleh berbagai pemangku kepentingan (multistakeholder apporach).
"Pendekatan dari sisi ekologi, ekonomi dan sosial harus disinergikan, sehingga upaya mitigasi konflik dapat dilakukan secara optimal dan berkesinambungan. Koordinasi antar sektor perlu segera dilaksanakan sehingga reaksi tanggap terhadap konflik dapat dilakukan dengan cepat," ujar Agus.
Kepala Bidang Perlindungan dan Konservasi Hutan Dinas Kehutanan Provinsi Lampung Wiyogo Supriyanto, mengatakan Kasus konflik antara manusia dan gajah sudah terjadi sejak lama dan ditengarai akan terus berlangsung sejalan dengan dinamika sosial dan kondisi kawasan.
"Hal itu, tidak dapat dihindari dan sebaiknya konflik ini dikelola dengan baik," ujarnya.
Karena itu, lanjutnya, pelatihan mitigasi konflik manusia dan gajah sumatera di tingkat tapak mutlak diperlukan dan harus dilakukan, sebagai bagian dari proses penguatan kapasitas teknis lapang.
"Tanpa adanya kemampuan untuk melakukan mitigasi dan mengurangi dampaknya maka konflik akan menimbulkan dampak kerugian yang besar bagi masyarakat," tambahnya.
Berita Terkait
Isu habitat salah satu faktor konflik harimau-manusia
Jumat, 15 Maret 2024 13:28 Wib
Kemenkumham serahkan penghargaan untuk kabupaten/kota peduli HAM
Kamis, 14 Maret 2024 21:11 Wib
BKSDA Babel tangani 127 kasus konflik buaya dan manusia
Senin, 4 Maret 2024 16:05 Wib
Kanwil Kemenkumham Sumsel bina 5 kabupaten raih peduli HAM
Minggu, 28 Januari 2024 21:17 Wib
Kemenkumham-Pemprov Sumsel bahas pengukuhan gugus tugas BHAM
Minggu, 28 Januari 2024 7:04 Wib
Tinggi badan manusia tidak hanya dipengaruhi gen juga gizi
Kamis, 25 Januari 2024 16:42 Wib
Kemenkumham-Pemprov Sumsel membentuk gugus tugas daerah bisnis dan HAM
Jumat, 19 Januari 2024 9:30 Wib
Kanwil Kemenkumham Sumsel lantik empat notaris pengganti
Kamis, 11 Januari 2024 10:09 Wib