Denpasar (ANTARA Sumsel) - Film "Permata Di Tengah Danau" karya Andi Hutagalung terpilih menjadi yang terbaik dalam Festival Film Dokumenter (FFD) Bali 2012 yang diumumkan dalam malam penganugerahan di Sanur, Denpasar, Sabtu.
Film dokumenter itu berhasil menjadi yang terbaik setelah menyisihkan 11 nominasi film dari 20 judul karya para sineas film dokumenter.
"Sebelas film itu sudah menjadi pemenang, lalu dipilih lima judul dinominasikan menjadi unggulan, sedangkan hanya satu yang diputuskan menjadi terbaik berarti itu Ida Sang Hyang Widhi merangkulnya," kata Slamet Rahardjo Djarot, Ketua Dewan Juri FFD Bali 2012.
Film dokumenter terbaik yang dikerjakan selama hampir seminggu itu dinilai memenuhi unsur teknik, artistik, dan pesan utama yang mengisahkan mengenai keprihatinan dan kepedulian Togu Simorangkir, perantau yang mapan di Jakarta dan akhirnya kembali ke tanah Batak, untuk mendirikan sanggar belajar yang diberi nama "Sopo Belajar".
Sanggar itu kemudian berhasil meretas keterbatasan akses anak - anak desa terhadap informasi dan pengetahuan melalui buku - buku, sehingga mereka diajak menyelaraskan diri dengan alam, dengan niat untuk melahirkan permata - permata yang berani bermimpi yang tak pernah surut.
Dewan juri juga memilih empat film dokumenter yang menjadi unggulan di antaranya "Leng Apa Jengger" produksi Lacimplung dari Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, karya Bowo Leksono, "Subak Pancoran-Sinar Kecil Di Kaki Bukit" produksi Komunitas Film Buleleng, karya Putu Satria Kusuma, "Made Taro Benteng.
Terakhir Permainan Tradisional Bali produksi Raturu Production karya Sigit Purwono, dan "Burdah" produksi Sunari Studio Karangasem, karya I Komang Sukayasa.
Selain film terbaik dan film unggulan, FFD juga memberikan penghargaan khusus bagi film dokumenter dengan intensitas tinggi pada rekayasa olah teknologi yang jatuh kepada film berjudul "Bali-Heaven on Earth", karya Ivander Aditya produksi Light Wave Production Surabaya.
Untuk film terbaik mendapatkan hadiah berupa uang sebesar Rp20 juta, sementara film unggulan dan penghargaan khusus masing-masing mendapatkan uang sebesar Rp3,5 juta.
Dewan juri yang terdiri dari Slamet Rahardjo Djarot, Lawrence Blair, Rio Helmi, Prof. I Made Bandem, dan IGP Wiranegara memberikan catatan bahwa sineas dituntut harus bekerja ekstra dalam mengeksplorasi masalah dalam film yang dinilai masih kurang.
Meskipun demikian dalam festival tahun ini dewan juri menemukan adanya peningkatan pemahaman dasar arti film dokumenter yang lebih menekankan esensi dan bukan menyangkut sensasi, dibandingkan tahun sebelumnya yang cenderung berlebihan dalam mengungkapkan sesuatu.
Mengenai sudut pandang, lanjut Djarot, pembuatan film itu telah mengarah kepada nilai masyarakat yang digambarkan jujur dan apa adanya.
Dia mengatakan bahwa sudah ada pengembangan bentuk yang lebih berani dalam penalaran dramatisasi penggambaran.
(ANT/PSO-330/Z003)
Berita Terkait
Polda Sumsel tetapkan Aiptu FN jadi tersangka kasus "debt collector"
Jumat, 26 April 2024 16:06 Wib
Polres OKU Timur cari solusi tekan angka kecelakaan di perlintasan KA
Jumat, 26 April 2024 14:06 Wib
Polisi: Selebgram Chandrika Chika dan rekan akan jalani rehabilitasi di Lido
Jumat, 26 April 2024 13:10 Wib
Mahasiswi Indonesia raih penghargaan film dokumenter di China
Jumat, 26 April 2024 13:07 Wib
Koleksi wastra terbaru Winas hadir di Kelana Wastra Fashion Fest 2024
Jumat, 26 April 2024 11:19 Wib
Harga emas Antam stabil di angka Rp1,319 juta per gram
Jumat, 26 April 2024 11:06 Wib
Wanita pemotor tewas saat nyalip truk di jalan bergelombang
Jumat, 26 April 2024 8:58 Wib
Pemprov Sumsel gelar Explore South Sumatera Expo 2024 di Bali
Jumat, 26 April 2024 8:18 Wib