BI: mutu karet Sumsel harus ditingkatkan

id karet, mutu karet sumsel

BI: mutu karet Sumsel harus ditingkatkan

Getah karet di tingkat petani (Foto Antarasumsel.com/15/E Purmana)

Palembang (ANTARA Sumsel) - Mutu produk olahan karet asal Sumatera Selatan harus ditingkatkan karena saat ini muncul pesaing baru di pasar internasional, yakni Vietnam, Myanmar, dan Thailand.

Kepala Bank Indonesia Wilayah VII Sumatera Selatan Hamid Ponco di Palembang, Jumat, mengatakan, peningkatan mutu olahan ini menjadi salah satu upaya mendongkrak harga karet di tingkat petani.

"Petani harus didorong menghasilkan produk olahan karet yang bersih, karena selama ini produk asal Sumsel ini citranya kurang bagus, karena kotor. Padahal jika bisa lebih bersih maka harganya juga lebih tinggi," kata dia.

Produk olahan karet petani kerap dicampur dengan kotoran seperti ranting pohon, daun, dan lainnya karena dianggap akan menambah berat bongkahan karet.

"Cara seperti ini sudah berlangsung selama bertahun-tahun sehingga harga di tingkat petani tergolong rendah karena pabrik pembeli harus mengeluarkan biaya tambahan untuk membersihkannya," katanya.

Sementara itu, Deputi Kepala Kantor Bank Indonesia Wilayah VII Sumatera Selatan Juli Budi Winantya menambahkan, selain memperbaiki mutu olahan getah karet, petani juga harus mau meningkatkan nilai tambah dari produk yang dihasilkan untuk keluar dari himpitan ekonomi akibat anjloknya harga jual.

"Pelemahan ekonomi yang terjadi saat ini jangan membuat petani karet menyerah, tapi menjadi pelecut untuk maju. Sebenarnya, ini saat yang tepat mulai membuat produk yang memiliki nilai tambah, atau tidak sebatas menjual bongkahan olahan getah saja selama puluhan tahun," kata Juli.

Ia mengatakan, petani karet di Sumsel dapat mencontoh petani karet di Jambi yang mampu membuat bongkahan olahan getah menjadi berbentuk lembaran.

"Dengan diolah sekitar dua pekan, bongkahan karet yang harganya hanya Rp4.000 hingga Rp5.000 per kg saat ini bisa menjadi Rp15.000 per kg jika sudah diolah berbentuk lembaran," kata dia.

Menurutnya, pola ini dapat dijadikan solusi dibandingkan berdiam diri menanti perekonomian dunia membaik seperti yang terjadi di tahun 2011.

Pada tahun itu, harga getah karet bongkahan mencapai Rp25 ribu hingga Rp30 ribu per kg karena tingginya permintaan luar negeri sebagai dampak pertumbuhan ekonomi di Tiongkok yang mencapai 9,2 persen.

Kini, di tengah pelemahan ekonomi dunia yakni Tiongkok yang hanya menargetkan pertumbuhan ekonomi dikisaran 7,2 persen tahun ini, Juli mengatakan petani karet Sumsel harus bangkit dari keterpurukan dengan mau mencoba membuat industri olahan getah karet.