Warga Desa Soak Batok riwayatkan kepemilikan tanah yang digugat ke PN Palembang

id Sengketa tanah di Desa Soak Batok,Ogan Ilir,Indralaya Utara,Tol Kapal Betung,Sumatera Selatan,PN Palembang,Ketua Majelis Hakim Yohanes Panji Prawoto,H

Warga Desa Soak Batok riwayatkan kepemilikan tanah yang digugat ke PN Palembang

Kepala Desa Soak Batok Azom Romli (pertama dari kanan) didampingi Darmawan Nurdin, dan pemilik awal tanah Asli saat dibincangi di objek sengketa di Desa Soak Batok, Indralaya Utara, Ogan Ilir, Sumatera Selatan (ANTARA/M Riezko Bima Elko P) (ANTARA/M Riezko Bima Elko P)

Tolong pak hakim objektif dan “tegak lurus” atas nama keadilan, karena semua bukti sudah kami sampaikan lengkap beserta saksi-saksinya dari dulu sampai sekarang masih ada. Tanah itu milik warga saya
Sumatera Selatan (ANTARA) - Sejumlah warga Desa Soak Batok, Kecamatan Indralaya Utara, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan meriwayatkan status kepemilikan tanah  seluas 2 hektare di desa ini yang digugat sampai ke Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Palembang.

Kepala Desa Soak Batok Azom Romli di Ogan Ilir, Rabu, mengatakan ia menjadi saksi bahwa tanah seluas 2 hektare tersebut status kepemilikannya dipegang oleh tiga orang atas nama Darwis Nurdin, Edi Susanto dan Silitonga.

Adapun pembagiannya yakni Darmawan Nurdin memiliki tanah seluas 7.500 meter persegi, Edi Susanto seluas 5 ribu meter persegi dan kemudian Silitonga seluas 20 ribu meter persegi..

Dari ketiga orang tersebut masing-masing memiliki bukti kepemilikan berupa Surat Pengakuan Hak Tanah (SPH) dari pemerintah Desa Soak Batok, Ogan Ilir.

“Saya tahu itu karena sejak dari pembelian tanah tersebut di tahun 2012 saya yang menjadi saksi sekaligus yang mengurusnya, semuanya lengkap miliki bukti SPH dari Desa Soak Batok ini,” kata dia.

Ia menegaskan tanah tersebut ia saksikan dibeli oleh ketiga warganya itu secara tunai dari Asli dan Subni..

Asli dan Subni tersebut, lanjutnya, merupakan seorang tokoh masyarakat di Desa Soak Batok, yang membuka dan mengusahai tanah 20 ribu meter persegi itu dengan ditanami pohon Albasia sebanyak 150 batang sejak tahun 90-an dengan bukti kepemilikan surat SPH.

“Surat SPH itu diatasnamakan oleh Pak Asli dengan nama anak perempuannya bernama Lucy Asmaharani. Lalu dibeli oleh Darmawan Nurdin, Darmawan menjual separuh bagiannya  ke Edi Susanto dan terakhir, dibeli Pak Silitonga di tahun 2012 itu termasuk separuh dari tanah pak Subni,”  jelasnya, didampingi Asli selaku pemilik awal tanah.

Baca juga: PN Palembang gelar sidang lapangan sengketa tanah di Desa Soak Batok

Namun seiring berjalannya waktu, kata dia, tanah milik warganya itu secara tiba-tiba digugat oleh seseorang bernama Tasih Siagung ke Pengadilan Negeri Palembang dan telah beberapa kali menjalani persidangan..

Di mana, dalam persidangan itu terungkap, Tasin selaku penggugat mengakui tanah seluas 2 hektare itu adalah miliknya.

Pengakuan dari penggugat Tasin, lanjutnya, karena ia memiliki bukti kepemilikan surat SPH yang diterbitkan oleh Kelurahan Karya Jaya, Kota Palembang.

Ia menyebutkan, padahal dari riwayat yang diutarakannya  dan berdasar pada kepemilikan berupa surat SPH yang diterbitkan pemerintah Desa Soak Batok tersebut menandakan kedudukan tanah dalam perkara sengketa ini sudah sangat jelas dan dapat diperganggungjawabkan.

“Tasin tiba-tiba menggugat menyatakan tanah tersebut miliknya, mengaku tahun 2006 ia menanam pohon Albasia dan pohon sawit di tanah ini padahal sebanyak 3 ribu warga beserta tetua di Desa Soak Batok ini sama sekali tak mengenal Tasin itu siapa,” kata dia, semua sudah disampaikan kepada Majelis Hakim PN Palembang, saat beberapa dirinya diminta menjadi saksi pihak tergugat dalam persidangan.

“Tolong pak hakim objektif dan “tegak lurus” atas nama keadilan, karena semua bukti sudah kami sampaikan lengkap beserta saksi-saksinya dari dulu sampai sekarang masih ada. Tanah itu milik warga saya,” tuturnya.

Sebab, ia mengaku, terkait persoalan wilayah administratif tanah itu jelas berada di Desa Soak Batok bukan Kelurahan Karya Jaya, Palembang itu mengacu pada kesepakatan 3 Juni 2021 ditandatangani Wali Kota Palembang, Bupati Ogan Ilir dan Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesra Provinsi Sumsel.

“Pada poin batas administratif yang diperkarakan penggugat saya pikir sudah jelas. Berdasarkan bukti surat fisik yang ditandatangani kepala daerah dan bukti kesaksian warga. Sedangkan menurut kami selama persidangan pihak penggugat tak cukup alat bukti dan saksinya pun lemah. Tinggal hati nurani, ketegasan ketua hakim yang menentukan, kami atas nama 3 ribu warga Soak Batoik berharap supremasi hukum itu ada,” ungkapnya.

Kondisi objek sengketa tanah (sebelah kiri) yang beririsan dengan proyek pembangunan Jalan Tol Kapalbetung di Desa Soak Batok, Indralaya Utara, Ogan Ilir, Sumatera Selatan, Rabu (27/7/2022). (ANTARA/M Riezko Bima Elko P)
Sementara itu, salah satu warga selaku pemilik tanah yang didugat, Silitonga, mengatakan dirinya membeli tanah berukuran 200 x 100 meter itu dari warga Desa Soak Batok atas nama Asli pada tahun 2012.

Pembelian tanah tersebut dilakukan Silitonga yang sebelumnya mendapatkan informasi dari Darmawan Nurdin bahwa tanah milik Asli dan Subni di jual.

“Tahun 2012 saya ditawarin tanah dari Darmawan, seluas 2 hektar, tanah itu milik pak Asli dan Pak Subni dengan bagian Selatan berbatasan dengan tanah milik Amancik, pada Timur berbatasan Arisan Sungai Tebat. Saya memverifikasi bukti surat-suratnya langsung  ke pak Kepala Desa (Azom Romli), karena semuanya jelas dan valid maka saya membelinya,” kata dia.

Ia mengemukakan, di atas tanah tersebut diusahakannya dengan ditanami sebanyak 1.700 batang kayu Jabon sampai dengan tahun 2016, karena saat itu ada pembebasan lahan untuk dibangun Jalan Tol Kayu Agung-Palembang-Betung (Kapalbetung).

“Tanah saya seluas 1 hektare terkena pembebasan lahan untuk proyek Jalan Tol Kapalbetung. Sudah diganti rugi oleh PT. Waskita Karya Tol. Dari sinilah saya dan warga mulai mendengar nama Tasin yang menstaking tanah kami. Bahkan saya pernah didatangi langsung seorang perempuan meminta bagian dari uang ganti rugi, perempuan itu mengaku punyak hak atas tanah,” ungkapnya.

Di bagian lain Silitonga menyebut Tasin bukan menyentuh tanah miliknya, awalnya penggugat berusaha menguasai tanah warga setempat yang lain yakni milik Marlis, yang lokasi tanahnya bersebelahan.

“Tasin menggerahkan alat berat mengeduk tanah Marlis itu, ia mengklaim tanah itu adalah miliknya. Namun setelah pendetakan dengan Marlis, Tasin pun menggeser lokasi tanahnya, dengan mengubah peta lokasi ke tanah milik saya, Darmawan dan Edi. Bahkan beberapa warga di somasinya (Tasin),” kata dia, atas upaya tersebut patut dicurigai keabsahan dokumen kepemilikan tanah yang dipegang oleh Penggugat Tasin.

Pernyataan Silitonga tersebut senada dengan Darmawan dan Edi Susanto yang juga mengaku Tasin diduga menstaking tanaman di tanahnya menggunakan alat berat  bahkan upaya itu dilakukan sebelum proses persidangan di PN Palembang bergulir.

“Upaya staking itu disaksikan oleh warga, Tasin mengerahkan alat berat ke tanah kami. Sementara surat gugatan itu yang tanggal 3 Januari 2022  dan sidang pertama kami ikuti pada  Rabu 26 Januari 2022 dan terakhir sidang lapangan pada 24 Juni 2022,” kata Darmawan.

Menurut Darmawan, Tasin dalam sidang lapangan beberapa waktu lalu tersebut menyampaikan ia yang menanam pohon Albasia sejak tahun 2006 dan telah mendirikan pondok-pondikan disertai plang merek di atas tanahnya dan mengaku hampir setiap bulan datang ke lokasi tersebut untuk melihat sawah.

Namun, kata Darmawan, hal yang disampaikan Tasin tersebut hanya klaim sepihak dan sama sekali tidak benar sebab tidak mampu menunjukkan bukti-bukti dan saksi kuat dalam sidang lapangan dihadapan Majelis Hakim.

“Ketua majelis hakim dan hakim anggota tahu semua itu karena mereka telah meliat langsung, dan disaksikan banyak warga pengugat kurang kecukupan bukti atas pernyataannya itu, saksinya pun tidak bisa menyakinkan kalau itu adalah benar. Jadi mohon hakim bijaksana dalam menentukan sikap, ini tanah kami,” kata Darmawan yang berprofesi sebagai petani dan buruh potong kayu ini.

Sebelumnya diketahui, sidang lapangan tersebut diketuai Hakim Yohanes Panji Prawoto, Hakim Anggota Edi Cahyono, dan Panitera Pengganti PN Palembang, Jeiny, digelar secara langsung di lokasi objek perkara pada Jumat (24/6).

Dalam sidang tersebut Majelis Hakim meminta kepada penggugat dan tergugat beserta saksi masing-masing untuk menjelaskan keberadaan objek yang dipersengketakan terkait letak dan batas-batas wilayahnya sesuai dokumen yang dimiliki untuk menjadi bahan pertimbangan majelis dalam memberikan putusan.

Putusan Majelis Hakim tersebut diagendakan berlangsung pada Jumat (29/7) di Ruang Sidang Sari PN Palembang sekitar pukul 09.00 WIB – selesai.

Baca juga: Serah terima pasar Soak Bato tunggu optimalisasi