Hipmi: Peraturan baru bea masuk barang impor majukan UKM

id Aturan bea masuk impor, bea masuk impor e commerce, hipmi, tarif bea masuk impor 3 dolar

Hipmi: Peraturan baru bea masuk barang impor majukan UKM

Pekerja membuat keramik yang kini produksinya mengalami penurunan sebesar 30 persen akibat tersaingi produk India di sentra industri keramik, Malang, Jawa Timur, Senin (17/6/2019). Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) mendesak pemerintah memberlakukan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) terhadap seluruh keramik impor termasuk produk dari India guna melindungi industri keramik dalam negeri sekaligus menekan angka impor keramik yang mencapai 80,32 juta meter persegi per tahun ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/nz. (ANTARA FOTO/ARI BOWO SUCIPTO)

Jakarta (ANTARA) - Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) menyebut kebijakan pemerintah untuk memberlakukan bea masuk barang impor yang harganya di atas 3 dolar AS (setara Rp45.000) akan dapat memajukan pelaku usaha kecil dan menengah.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan memberlakukan bea masuk barang impor melalui e-commerce itu yang berlaku mulai 30 Januari 2020.

"Tentu ini menjadi hal positif bagi para pelaku Usaha Kecil dan Menengah serta bagi pelaku industri kecil Tanah Air, karena dengan diberlakukannya regulasi ini para pelaku usaha lokal lebih bisa berkompetisi dalam harga," kata Ketua Kompartemen Bea dan Cukai Badan Pengurus Pusat Hipmi M Hadi Nainggolan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.

Menurut Hadi, pemberlakuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199 tahun 2020 itu akan dapat melindungi pelaku usaha dan industri di Tamah Air.

"Termasuk bisa menutup kebocoran pendapatan pajak impor bea masuk barang yang selama ini volumenya semakin besar. Apalagi di era e-commerce saat ini, semua orang tentu dapat dengan mudah belanja apa saja di luar negeri, namun hanya numpang lewat saja, negara tidak dapat apa-apa, para UKM dan Industri dalam negeri juga kehilangan size marketnya, padahal kalau dari segi kualitas produk dalam negeri juga tidak kalah, bisa bersaing dengan produk luar negeri," ujarnya.

Hadi menuturkan harga murah seperti yang diinginkan para konsumen terhadap berbagai produk dalam negeri mestinya menjadi perhatian pemerintah dan pelaku usaha.

Namun, ia mengaku tidak bisa kita pungkiri bahwa biaya produksi dan rantai distribusi di Indonesia yang masih terbilang mahal, bahkan masih kalah jauh kalau dibandingkan dengan China, India, Thailand dan negara lainnya.

"Kiranya 'problem' ini bisa segara bisa selesaikan, agar daya saing UKM dan Industri dalam negeri semakin siap di kancah global. Mendapatkan harga produk yang murah juga merupakan hak konsumen, dan tentu hukum pasar berlaku disana. Semoga pelaku usaha dalam negeri semakin maju," katanya.

Dengan berlakunya regulasi itu, pembebasan tarif bea masuk untuk impor produk barang kiriman hanya diberlakukan kepada produk dengan nilai di bawah Rp40.971/kiriman (kurs 1 dolar AS=Rp13.657).

Sebelum aturan ini berlaku, produk barang kiriman yang bebas bea masuk adalah yang seharga 75 dolar AS/kiriman atau setara dengan Rp1,02 juta/kiriman.