Kadin: Petani buah kelapa rendah posisi tawar

id Muhammad Asri,Perhimpunan Petani Kelapa Indonesia,Perpekindo,petani buah kelapa,buah kelapa,berita sumsel, berita palembang, antara sumsel, antara pal

Kadin: Petani buah kelapa rendah posisi tawar

Sejumlah pekerja menyeberangkan buah kelapa melewati sungai yang nantinya akan diangkut menuju dermaga Tanjung Api-Api, Kabupaten Banyuasin, Sumsel. (ANTARA News Sumsel/Feny Selly)

Palembang (ANTARA News Sumsel) - Petani buah kelapa di Sumatera Selatan memiliki posisi tawar yang rendah karena pada umumnya sudah terikat hubungan hutang-piutang dengan pengepul.

Wakil Ketua Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Petani Kelapa Indonesia (Perpekindo) Muhammad Asri di Palembang, Rabu, mengatakan petani buah kelapa biasanya sudah diberikan modal terlebih dahulu oleh pengepul, mulai dari biaya untuk perawatan kebun hingga kebutuhan mendesak rumah tangga.

"Ini yang membuat petani buah kelapa tidak memiliki posisi tawar," kata dia dalam rapat koordinasi antarstakeholder komoditas buah kelapa di kantor Disbun Sumsel.

Oleh karena itu, saat harga ditetapkan pengepul maka petani tidak dapat berbuat apa-apa meski harga di tingkat suplayer tergolong tinggi seperti yang saat ini terjadi. Harga di tingkat petani diketahui hanya Rp900-Rp1.000 per butir, sementara di tingkat suplayer bisa tembus Rp2.000-Rp2.500 per butir.

Perpekindo berharap pemerintah dapat memotong rantai perdagangan sehingga petani dapat langsung bertemu dengan "buyers" sesungguhnya yang menjadi suplayer ke eksportir atau suplayer ke perusahaan-perusahaan besar Tanah Air.

Pemotongan rantai perdagangan ini dinilai sangat mendesak karena petani sudah menjerit. Dengan harga, Rp900-Rp1.000 per butir maka praktis petani hanya menerima bersih sekitar Rp500 per butir setelah dipotong biaya upah dan lain-lain.

Sebagai gambaran, dengan produksi sekitar 4.000 butir per hektare maka pendapatan petani kelapa hanya sekitar Rp2 juta per bulan. Ini sungguh tidak wajar, kata Asri.

Sementara Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Fauzi mengatakan, Kadin Banyuasin mendukung rencana Pemprov Sumsel yang akan mendirikan Unit Pengolahan dan Pemasaran Kelapa (UPPK) untuk mengatasi persoalan ini.

Jika sudah ada UPPK ini maka petani buah kelapa dapat langsung bertemu dengan pembeli tanpa adanya perantara, katanya.

Pemangkasan rantai perdagangan ini sangat penting dilakukan karena dalam setahun terakhir, petani dihadapkan persoalan harga jual yang rendah.

Jika tidak dibenahi maka akan mengancam kelangsungan perkebunan kelapa di Sumsel.

Padahal, ia melanjutkan komoditas ini sangat potensial dikembangkan karena sebanyak 500 ton kopra asal Banyuasin dikirim ke Surabaya setiap bulan.

Sementara itu, Head Marketing PT Rima Jaya Perkasa Kawar R. Brahmana mengatakan perusahaannya yang bergerak di bidang transfortasi kelapa menyatakan siap untuk mempertemukan pembeli sesungguhnya ke petani.

Sebenarnya, ia melanjutkan, permintaan buyers dari berbagai negara terhadap kelapa asal Sumsel cukup tinggi. Tak jarang, perusahaanya tidak dapat meladeni permintaan pembeli tersebut.

Pembeli kelapa tersebut berasal dari China, Pakistan, India dan Malaysia. Adapun harga jual komoditas itu bisa mencapai Rp2.000 sampai Rp2.500 per butir.

Jika bisa bertemu antara pembeli dan petani (tidak lewat perantara), justru lebih bagus, kata dia.