Palembang (ANTARA Sumsel) - BKKBN Sumsel kesulitan menekan tingginya angka penghentian penggunaan alat kontrasepsi (drop out) menyusul berkurangnya jumlah petugas lapangan
KB di tingkat kabupaten/kota.
"Jumlah petugas lapangan KB berkurang drastis dalam sepuluh tahun
terakhir seiring dengan berlakunya otonomi daerah. Hal ini menjadi
penyebab utama tingginya angka drop out KB," kata Pelaksana Tugas Kepala
Perwakilan BKKBN Provinsi Sumsel Desliana di Palembang, Sabtu.
Ia mengemukakan, jumlah petugas lapangan KB di Sumsel saat ini
tersisa 633 orang dari sebelumnya sekitar 3.000 orang pada era tahun
90-an.
Kondisi ini disebabkan karena sebagian besar petugas beralih tugas
ke jabatan struktural seperti menjadi lurah, camat, atau lainnya.
"Secara ideal, seorang petugas membawahi maksimal satu desa, namun
sejak terjadi pengurangan menyebabkan terpaksa membawahi tiga hingga
lima desa. Hal ini berimbas dengan meningkatnya angka drop out,
mengingat di Sumsel mencapai 3.169 desa," katanya.
Menurutnya, Pemerintah Provinsi Sumsel telah mendorong penambahan
petugas lapangan tersebut dengan melayangkan surat resmi ke pemerintah
kabupaten/kota pada tahun lalu.
Penambahan itu dapat dilakukan melalui jalur penerimaan Pegawai
Negeri Sipil atau tenaga sukarela. Khusus untuk kategori PNS, setiap
daerah diharapkan mengajukan formasi ke Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Sementara, untuk tenaga sukarela menjadi kebijakan dan wewenang
pemerintahan setempat mengingat harus menganggarkan dana untuk
pembayaran honor.
"Seandainya tidak mengajukan ataupun tidak mungkin mendapatkan
formasi PNS karena terkendala berbagai ketentuan, setidaknya setiap
kabupaten/kota bersedia merekrut atau menambah tenaga sukarela seperti
yang sudah dilakukan Palembang, Ogan Komering Ulu, Empat Lawang dan
Muba," katanya.
Kekurangan jumlah petugas KB ini menjadi permasalahan tersendiri
BKKBN Sumsel dalam mengejar target Milinium Depelovment Goals (MDGs)
yang mematok angka Total Fertility Rate/TFR (angka rata-rata wanita usia
subur yang melahirkan anak) menjadi 2,1 pada 2015 secara nasional.
Sementara, Sumsel sendiri mengalami kenaikan angka TFR dari 2,7
menjadi 2,8 berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
2012.
Peran petugas lapangan demikian vital mengingatkan pasangan usia
subur untuk secara disiplin menggunakan alat kontrasepsi sebagai peserta
KB aktif.
Sementara ini, angka drop out peserta KB di Sumsel terbilang cukup
tinggi dari laju pertumbuhan penduduk yakni menyentuh angka dua persen
lebih dari yang seharusnya hanya satu persen
BKKBN Sumsel kesulitan tekan angka "drop out" kontrasepsi
...Jumlah petugas lapangan KB berkurang drastis dalam sepuluh tahun terakhir seiring dengan berlakunya otonomi daerah. Hal ini menjadi penyebab utama tingginya angka "drop out" KB....