Pertarungan segitiga nan sengit di Liga Inggris

id Liga Inggris, Manchester City,Liverpool, Arsenal,berita palembang, berita sumsel

Pertarungan segitiga nan sengit di Liga Inggris

Striker Manchester Erling Haaland (kiri) berduel dengan bek tengah Liverpool Joel Matip dalam pertandingan Community Shield antara Liverpool dan Manchester City di Stadion King Power di Leicester pada 30 Juli 2022. (AFP/NIGEL RODDIS)

Kabar baiknya, catatan City di Anfield tak terlalu bagus.

Jika berhasil menghindari jegalan City, Liverpool mungkin tak akan terlalu sulit mengatasi Manchester United dan Aston Villa meski bertanding di kandang lawan. Tetap saja The Reds harus hati-hati karena dua tim tersebut berpotensi memberi luka kepada mereka.

Akan halnya City, setelah melewati hadangan United akhir pekan lalu, laga di Anfield akhir pekan ini adalah pembuktian siapa yang lebih besar dari mereka pada musim ini.

Tergelincir di kandang The Reds bisa mempersulit langkah City, karena pada pekan-pekan berikutnya mereka akan diladeni Brighton, Arsenal, dan Tottenham bulan depan.

Perjalanan Arsenal berikutnya tak kalah menantang dan berliku.

Selain pertemuan dengan City pada 31 Maret itu, laga-laga sulit lainnya akan mereka hadapi kala bertandang ke kandang Brighton dan Wolves, disusul dua derbi London melawan Tottenham dan Chelsea, serta dijamu Manchester United pada 11 Mei yang mungkin sudah diperkuat seluruh pemain intinya yang cedera.

Di pacuan terdepan

Ketiga tim bisa saja tergelincir, tapi bisa juga makin perkasa sehingga lawan tetap kerepotan menghadapi mereka.

Yang jelas, mereka menghadirkan pertarungan tiga arah yang membuat periode akhir Liga Inggris musim ini kian mendebarkan, yang mungkin membuat mereka harus menuntaskan musim dengan selisih poin yang tipis.

Jika itu terjadi, maka untuk pertama kali sejak musim 2013-2014, tiga tim Liga Inggris bersaing ketat menjadi juara liga. Sepuluh tahun lalu itu, pertarungan sengit melibatkan Chelsea, City dan Liverpool.

Namun pertarungan tiga arah itu menunjukkan adanya kesenjangan yang makin besar di Liga Premier.

Dalam lima tahun pertama liga utama Inggris dinamai Liga Premier, rata-rata kesenjangan antar tim dalam liga hanya 11,4 poin, tapi dalam lima musim terakhir berlipat ganda menjadi 21,8 poin.

Kemampuan keuangan klub menjadi faktor besar di balik kesenjangan itu.

Pada musim 2000-2001, Manchester United yang memiliki skuad dengan gaji terbesar di liga, tapi besarannya hanya tiga kali lebih besar dibandingkan dengan Bradford City yang menjadi tim dengan gaji terendah pada musim itu.

Namun kini kesenjangan itu semakin lebar. Musim ini saja perbedaan antara skuad termahal (Manchester City dan United) dengan termurah (Luton Town) begitu besar. Luton hanya menganggarkan Rp499,8 miliar per tahun untuk gaji pemain, padahal City dan United mengalokasikan lebih dari Rp5,91 triliun.

Tapi, meminjam data dari laporan The Athletic beberapa hari lalu, perbedaan gaji di antara enam klub besar Liga Inggris atau ‘Big Six’ juga kian lebar.

Misalnya, Arsenal yang mengalokasikan Rp3,3 triliun dan Liverpool yang mengalokasikan Rp2,7 triliun, masih di bawah Manchester City.

Tapi ada kalanya gaji besar bukan jaminan sukses. Leicester City yang menjuarai Liga Premier musim 2015-2016 adalah contohnya.

Faktor-faktor seperti pelatih bisa membuat gaji tak lagi begitu penting. Itulah yang sedang dilakukan Mikel Arteta dan Jurgen Klopp yang memiliki skuad tak semahal Chelsea, City dan United.

Dengan bekal keuangan tak seroyal Chelsea, City dan United, tim asuhan Arteta dan Klopp selalu berada di pacuan terdepan dalam memburu status juara liga.

Apakah musim ini tetap menjadi milik City yang kaya raya, atau Arsenal dan Liverpool yang tak terlalu kaya dibandingkan dengan City? Pertanyaan itu mungkin baru bisa terjawab Mei nanti.



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pertarungan segitiga nan sengit di Liga Inggris