Palembang (ANTARA) - Sejumlah penenun kain tradisional Songket Palembang memanfaatkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan pinjaman Ultra Mikro (UMi) untuk mengembangkan usaha.
Penenun songket di kawasan kenten Palembang Rita Zahara di Palembang, Sabtu, mengatakan dirinya mendapatkan pinjaman KUR dari Bank Mandiri pada awal tahun lalu yang digunakan untuk menambah jumlah karyawan.
“Permintaan tinggi, tapi saya susah untuk penuhi karena jumlah karyawan terbatas,” kata dia.
Lantaran adanya tambahan modal dari pinjaman KUR itu, dirinya dapat menambah karyawan dari delapan orang menjadi 20 orang. Dengan begitu, ia pun dapat memanfaatkan momen bangkitnya ekonomi pasca pandemi karena saat ini pesanan kain songket bisa dikatakan melonjak signifikan.
Baca juga: Erick Thohir bagikan alat tenun songket ke pelaku UMKM Ogan Ilir
Usaha pembuatan kainnya kini dapat memproduksi 20 lembar per bulan dari sebelumnya hanya 4-5 lembar dengan harga jual Rp1,5 juta-Rp10 juta per steel (kain dan selendang).
“Omzet kini bertambah dari satu bulan hanya Rp40-50 juta saat pandemi, menjadi sekitar 100 juta,” kata dia.
Sri Wahyuni, pelaku usaha kain jumputan di Lorong Sawah, Kelurahan Tuan Kentang, Palembang, Sumatera Selatan, juga mendapatkan tambahan modal melalui skema pembiayaan UMi yang diberikan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) dalam program Mekaar.
PNM merupakan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) yang dipercaya Layanan Umum (BLU) Pusat Investasi Pemerintah (PIP) untuk menyalurkan pembiayaan UMi. Pemerintah menunjuk BLU-PIP sebagai coordinated fund pembiayaan UMi.
Baca juga: Penenun Songket Palembang tertarik gunakan pewarna alami
Awalnya ia bergabung dalam kelompok usaha untuk mendapatkan pinjaman PNM Mekaar berkisar Rp2 juta hingga Rp10 juta.
Pinjaman dibayar secara mencicil senilai Rp100 ribu per pekan, dan jika ada anggota kelompok yang tidak membayar angsuran maka akan ditanggung bersama (tanggung renteng). Sejak September 2021, Sri sudah mengakses pinjaman tersebut bersama sembilan orang lainnya dari beragam jenis usaha.
Dengan adanya tambahan modal Rp2 juta itu, setidaknya Sri dapat menambah produksi dari semula Rp80 lembar menjadi Rp100 lembar untuk satu kali periode pengiriman ke distributor di Pasar 16 Ilir Palembang dan komplek perbelanjaan Ramayana.
Walau keuntungan belum begitu signifikan karena ibu dua anak ini hanya mendapatkan margin Rp20.000 per lembar kain tapi setidaknya usahanya mulai berkembang dari biasanya.
Dengan menjual kain senilai Rp150.000 per lembar, Sri sudah memperkerjakan dua remaja putus sekolah.
Baca juga: Diambang kepunahan, Dekranasda bentuk kampung kerajinan khas Palembang 'Angkinan'
Berita Terkait
Ketua TP-PKK Sumsel jajal mesin tenun songket
Jumat, 23 Februari 2024 21:30 Wib
Jamu akan ditetapkan jadi warisan budaya oleh UNESCO, tenun menyusul
Jumat, 17 November 2023 11:13 Wib
Tips menjaga dan merawat kain tradisional dengan pewarna alami
Senin, 23 Oktober 2023 16:39 Wib
Festival Tenun Songket Nusantara hadirkan 6.000 UMKM
Rabu, 9 Agustus 2023 17:29 Wib
Pemkab OKU dukung pengembangan kerajinan kain songket
Rabu, 9 Agustus 2023 15:42 Wib
NTT tampilkan kain tenun di ajang Harganas 2023
Kamis, 6 Juli 2023 13:42 Wib
Tenun blongsong khas Sumsel
Selasa, 30 Mei 2023 20:16 Wib
Batik Bunga Kangkung OKU Sumsel dikombinasikan dengan songket
Sabtu, 18 Maret 2023 10:38 Wib