Chevron hentikan pengeboran dinilai pengaruhi produksi migas nasional

id blok rokan,chevron, migas

Chevron hentikan pengeboran dinilai pengaruhi produksi  migas nasional

Fasilitas minyak PT Chevron Pacific Indonesia di daerah Minas yang masuk dalam Blok Rokan di Riau. (ANTARA FOTO/FB Anggoro)

Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menyayangkan penghentian pengeboran Chevron di Blok Rokan sejak 2019, karena hal itu berpengaruh besar terhadap penurunan produksi migas nasional.

"Chevron sudah menghentikan pengeboran, padahal mereka masih kontraktor di sana dan baru berakhir pada 2021. Ini sangat mengganggu stok migas nasional. Penurunan produksi nasional pada 2019 pun, antara lain ‘kontribusi’ penghentian pengeboran tersebut," ujarnya melalui keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.

Menurut dia, selama ini sumbangan Blok Rokan cukup besar, bahkan terbesar kedua setelah Blok Cepu. Rokan juga memiliki cadangan minyak yang luar biasa.

"Jadi masih ada potensi besar di sana. Bahkan sebenarnya, masih ada sejumlah sumur yang belum digarap oleh Chevron. Bahkan kalau penghentian pengeboran ini berlanjut, maka potensi penurunan produksi migas akan kembali terjadi 2020 ini," kata dia.

Sebelumnya saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, Senin (20/1) terungkap PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) sudah tidak mengebor minyak di Blok Rokan, Riau.

Presiden Direktur Chevron Pacific Indonesia Albert Simanjuntak mengungkapkan, perusahaan sudah tak lagi melakukan pengeboran sumur di Rokan pada tahun 2018 karena dinilai sudah tak lagi ekonomis.

Alasan lain penyetopan pengeboran Blok Rokan adalah karena kontrak PT CPI akan habis pada 8 Agustus 2021, yang selanjutnya Blok Rokan akan dikelola PT Pertamina Hulu.

Penghentian pengeboran sumur Rokan oleh Chevron, menurut Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan tidak hanya berpengaruh terhadap penurunan produksi migas nasional, namun juga menyulitkan Pertamina untuk menaikkan produksi, ketika BUMN tersebut mulai menggarap Rokan pada 2021.

Dia mengungkapkan, berkaca pada alih kelola Mahakam yang mana ketika itu kontraktor lama juga menghentikan pengeboran pada masa transisi, maka, ketika Pertamina mulai mengambil alih Mahakam produksi justru menurun.

"Ujung-ujungnya semua menyalahkan Pertamina. Mereka tidak tahu sejarahnya, bahwa itu karena ketika transisi tak ada pengeboran lagi. Ini yang saya khawatirkan juga akan terjadi pada Blok Rokan," tegasnya.

Dikatakannya, ketika masa transisi, jumlah sumur yang dibor memang menurun drastis, dari 44 sumur, hanya dilakukan pengeboran enam sumur, itupun, karena adanya intervensi Pertamina.

Oleh karena itu, Mamit berharap, persoalan masa transisi ini segera diselesaikan dimana pemerintah bisa duduk bersama, untuk memberikan solusi terbaik.

Menurut dia, seharusnya sejak awal persoalan transisi bahkan sudah dibuat mekanismenya, apalagi masa transisi Blok Rokan lebih lama, yaitu tiga tahun, dibandingkan Mahakam yang hanya satu tahun.

"Ke depan, diharapkan pemerintah membuat peraturan atau mekanisme agar perpindahan kontrak bisa berjalan dengan lancar dan baik," ujarnya.