Kebijakan makro prudensial dorong pertumbuhan kredit UMKM

id Kredit,Bank Indonesia,Umkm

Kebijakan makro prudensial dorong pertumbuhan kredit UMKM

Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia Yanti Setiawan di Palembang, Kamis (4/7), pada acara Bank Indonesia Nangkring Bareng Blogger dan Mahasiswa. (Antara News Sumsel/Dolly Rosana/19)

....Awalnya menjadikan UMKM potensial, kemudian bergerak ke UMKM digital....
Palembang (ANTARA) - Kebijakan makro prudensial bank sentral bertujuan untuk mendorong pertumbuhan kredit perbankan yang sejak beberapa tahun terakhir tidak sesuai target.

Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia Yanti Setiawan di Palembang, Sumatera Selatan, Kamis, mengatakan perbankan diarahkan untuk lebih fokus pada penyaluran kredit ke sektor UMKM.

"Dalam beberapa tahun terakhir, kami mendorong ini. Seperti diketahui sektor UMKM itu menjadi pendorong perekonomian," kata Yanti pada acara Bank Indonesia Nangkring Bareng Blogger dan Mahasiswa di Palembang.

Untuk memacunya, BI bekerja sama dengan instansi terkait baik di Kementerian maupun di daerah untuk mendorong sektor prioritas UMKM

Berbagai pihak sepakat bahwa UMKM harus "naik kelas" dengan mulai merambah digitalisasi dalam pembayaran.

Deputi Direktur Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan Harry Widodo mengatakan, terkait "naik kelas" ini, BI dan Otoritas Jasa Keuangan bekerja sama untuk meningkatkan literasi keuangan para pelaku UMKM.

"Awalnya menjadikan UMKM potensial, kemudian bergerak ke UMKM digital," kata Harry.

Sebelumnya
, Bank Indonesia (BI) menegaskan kebijakan makroprudensial akan akomodatif selama tiga hingga empat tahun mendatang. Selain itu, proses kebijakan moneter masih terbuka lebar. Pasalnya, pelambatan penyaluran kredit diperkirakan berlanjut hingga beberapa tahun ke depan.

BI mengklaim bank sentral sudah melonggarkan kebijakan moneter sejak dua tahun lalu.

Pertama, penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) pada 2017. Kedua, relaksasi loan to value (LTV) tahun 2018. Ketiga, pelonggaran penyangga likuiditas makroprudensial (PLM). Keempat, pelonggaran rasio intermediasi makroprudensial (RIM), dan Kelima kembali menurunkan GWM pada tahun ini.

Berdasarkan data OJK semester I 2019, diketahui performa perbankan di Sumsel tidak terlalu buruk meski terjadi penurunan jika dibandingkan 2018.

Total asset per April 2019 tercatat tetap tumbuh 5,88 persen (yoy) dari Rp90,91 menjadi Rp96,25 persen, kredit tumbuh 4,21 persen dari Rp79,91 triliun menjadi Rp83,27 triliun. Pertumbuhan aset dan kredit ini masih di bawah angka pertumbuhan nasional yakni 9,07 persen dan 9,94 persen.