YLKI tolak rencana pencabutan DMO Batubara

id batu bara,pembangkit listrik pln,berita sumsel,berita palembang,ylki,harga batubara,kenaikan pln

YLKI tolak rencana pencabutan DMO Batubara

Batu bara. (ANTARA/Rosa Panggabean)

Jakarta (ANTARA News Sumsel) - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menolak rencana pemerintah untuk mencabut kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) untuk batubara dan menggantinya dengan harga internasional sebagaimana harga batubara untuk ekspor.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu, mengatakan penolakan itu didasari atas kekhawatiran kebijakan tersebut akan membuat kondisi finansial PT PLN (Persero) memburuk.

"Jangan sampai formulasi ini 'endingnya' (akhirnya) memberatkan finansial PT PLN, dan kemudian berdampak buruk pada pelayanan dan keandalan PT PLN kepada konsumen listrik," katanya.

Tulus menilai rencana tersebut sebagai sebuah kemunduran lantaran selama ini harga DMO batubara ditetapkan pemerintah, sebesar 70 dolar AS per metrik ton dan bukan berdasarkan harga internasional.

Jika wacana tersebut diterapkan, pemerintah dinilainya lebih pro kepada kepentingan pengusaha batubara daripada kepentingan masyarakat luas yakni konsumen listrik. Padahal batubara DMO selama ini digunakan untuk memasok pembangkit PLN.

"Wacana tersebut pada akhirnya akan menjadi skenario secara sistematis untuk menaikkan tarif listrik pada konsumen," katanya.

Lebih lanjut, Tulus juga mengkritisi rencana pemerintah untuk meminta industri batubara membayar iuran dengan jumlah dana tertentu--sebagaimana dilakukan pada industri sawit.

Menurut dia, formulasi tersebut tidaklah elegan, bahkan cenderung merendahkan martabat PLN sebagai BUMN dengan aset terbesar di negeri ini.

"Bagaimana tidak merendahkan martabat dan derajad PT PLN, jika eksistensi dan 'cash flow' PT PLN harus bergantung pada dana iuran/saweran industri batubara. Formulasi macam apa ini? Kepentingan nasional tidak bisa direduksi dan tidak boleh tunduk demi kerakusan kepentingan pasar. Kami mendesak pembatalan wacana tersebut, demi kepentingan yang lebih besar dan lebih luas, yakni masyarakat/konsumen listrik di Indonesia," tegas Tulus.