Perlindungan dari bahaya rokok belum kuat

id asap rokok, iklan tembakau, rokok, bahaya rokok, industri tembakau, Peraturan Pemerintah, narkotika, psikotropika, zat adiktifKawasan Dilarang Merokok

Perlindungan dari bahaya rokok belum kuat

Ilustrasi- Rokok (ANTARA Sumsel/REUTERS/Christian Hartmann)

Jakarta (ANTARA Sumsel) - Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) Azas Tigor Nainggolan mengatakan upaya pemerintah Indonesia untuk melindungi rakyat dari bahaya rokok masih belum kuat karena masih mudah diintervensi kepentingan industri rokok.

"Semakin gencar kelompok pengendalian tembakau berkampanye, industri tembakau juga akan semakin gencar. Apalagi industri tembakau memiliki banyak uang," kata Tigor dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu.

Tigor mengatakan dengan sumber daya yang dimiliki, industri tembakau bisa melakukan apa saja termasuk "membeli" kebijakan dan aturan. Karena itu, tidak mengherankan bila kebijakan dan aturan tentang pengendalian tembakau di Indonesia masih sangat lemah.

Dia mencontohkan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan dan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 88 Tahun 2010 tentang Kawasan Dilarang Merokok yang masih sering dilanggar.

"Aturan sudah ada, tetapi penerapan dan aturan turunannya masih belum kuat," ujarnya.

Dia mencontohkan survei yang pernah dilakukan FAKTA beberapa waktu sebelumnya terhadap penerapan kawasan tanpa rokok di kantor-kantor pemerintahan. Dari 150 kantor pemerintahan yang disurvei, ternyata 90 persen melanggar kawasan tanpa rokok.

Sementara itu, Psikiater Rumah Sakit Jiwa Soeharto Heerdjan Jakarta dr Adhi Wibowo Nurhidayat SpKJ(K) MPH mengatakan candu nikotin sangat berbahaya dan berada pada peringkat tiga di antara narkotika, psikotropika dan zat adiktif (NAPZA) setelah heroin dan kokain.

"Candu nikotin, zat yang terkandung di dalam rokok, berada setelah heroin dan kokain. Itu yang tidak banyak diketahui masyarakat sehingga tidak dianggap berbahaya," katanya.