Dewan Pers: jangan jejali informasi salah pada publik

id dewan peres, jangan jejali publik informasi salah

Palembang (ANTARA Sumsel) - Anggota Dewan Pers Imam Wahyudi mengatakan media diminta jangan menjejali informasi yang salah kepada masyarakat, karena akan berdampak sangat buruk.

Media hendaknya menyajikan berita-berita independen yang berimbang terkait dengan berbagai kasus, seperti terorisme dan masalah lain, katanya ketika menjadi pembicara pada pelatihan jurnalisme damai yang diselenggarakan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme di Palambang, Rabu.

Menurut dia, berita-berita yang disajikan media baik cetak maupun elektronik dampaknya sangat luar biasa.

Karena itu, menyiarkan atau mempublikasi konflik maupun kekerasan hendaknya dikemas secara baik tidak menimbulkan dampak buruk kepada pemirsa, pembaca maupun pendengar, tambahnya.

Ia mengatakan, kebebasan pers yang saat ini terjadi tentunya tidak bisa dimaknai bebas melakukan apapun, tetapi tetap ada kontrolnya.

Termasuk, kode etik jurnalistik juga harus dipahami wartawan dalam menyampaikan berita, katanya.

Dia mencontohkan, seekor kodok tergolong hewan berdarah dingin tetapi binatang tersebut memiliki kemampuan menyesuaikan diri.

Dimana ketika kodok di tempatkan dalam sebuah panci berair dingin tidak akan menampakan reaksi apapun, sampai akhirnya bertahan dan mati ketika air mendidih, ujarnya.

Kondisi itu, dia menambahkan bisa disamakan dengan pembaca, penonton maupun pendengar yang setiap waktu dijejali informasi salah akhirnya tidak peduli kebenaran.

Selanjutnya, masyarakat akan menjadi korban dari informasi salah tersebut, ujarnya.

Sementara Ketua Umum IJTI Yadi Hendriana mengatakan sampai kini pers di Indonesia tergolong paling bebas di dunia.

Bahkan, akibat kebebasan pers banyak media yang tidak mematuhi ketentuan dan aturan jurnalistik dalam mempublikasikan berita, katanya.

Dia menambahkan, gambar-gambar akibat kejahatan teroris maupun pembunuhan sadis dipertontonkan dengan bebas dan vulgar.

Padahal media bertanggung jawab dalam menciptakan kondisi kondusif masyarakat, tetapi dengan ditayangkan beragam berita yang menyalahi etik dan kepatutan itu menjadi preseden buruk bagi pengaksesnya, tambah dia.

Melaluai pelatihan jurnalisme damai, ia mengharapkan secara bertahap seorang jurnalis memahami pentingnya peran dan tanggung jawab sebagai wartawan.

Kedepan, diharapkan kesalahan etik maupun pelanggaran regulasi dapat diminimalisir, katanya.

Sementara pelatihan jurnalisme damai di Palembang itu dilaksanakan 16-18 September dengan peserta puluhan wartawan cetak dan elektronik.

Pelatihan diselenggarakan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bermitra dengan Biz Communication menghadirkan pembicara utama Wakil Menteri Agama Prof Nasaruddin, Direktur Perlindungan BNPT Herwan Chaidir, wartawan senior Majalah Tempo, Agus Basri dan Direktur KBR 68 H, Bivie Arifin.