Tato sebuah seni bukan identitas kriminal

id tato, seni, asesoris

Tato sebuah seni  bukan identitas kriminal

Seorang seniman sedang membuat tato pada modelnya.(FOTO ANTARA/R.Rekotomo)

...Saat ini tato bahkan menjadi aksesoris untuk beberapa penggemarnya...
Jakarta (ANTARA Sumsel) - Persepsi masyarakat terhadap dunia tato kini mengalami pergeseran, dahulu sekitar tahun 1970--1980an, masyarakat menilai tato adalah sebuah kriminal, karena  di masa tersebut biasanya mereka yang membuat tato ketika berada dalam penjara. Namun setelah di era tahun 1990-an, tato mulai dipandang sebagai sebuah bentuk kesenian.

"Saat ini tato bahkan menjadi aksesoris untuk beberapa penggemarnya, tidak hanya pada kalangan pria, kini kita tidak aneh lagi apabila melihat seorang wanita mempunyai tato," pencetus ide pendirian Federation of Indonesian Tattoo (FIT), Cheppy T Wartono dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu.

Sosok pria yang juga aktif di dunia politik ini mencoba membuat standarisasi terhadap dunia tato mentakan. "Selama ini belum ada peraturan yang jelas tentang tato, terutama dari segi medis. Komunitas kami ini berusaha untuk melakukan standarisasi terhadap kegiatan tersebut," kata Cheppy.

Cheppy juga berharap nantinya, di Indonesia para pembuat tato mempunyai lisensi, sama seperti seorang dokter yang membuka praktik. Selama ini FIT sudah melakukan upaya ini dengan melakukan pertemuan dengan beberapa instansi pemerintah yang berkompeten.

"Nantinya para pembuat tato itu harus ter-registrasi, jadi terhadap mereka yang tidak mempuinyai lisensi akan tersingkir dengan sendirinya," ujarnya.

Sementara itu, Alex, lelaki asal Maluku ini sudah berprofesi sebagai tato artis sejak 17 tahun yang lalu, tidak pernah terpikir untuk menjadi tukang tato artis. Bahkan dia pernah dipercaya untuk mentato artis Adjie Pangestu.

"Awalnya saya memang hobi melukis, suatu hari ada teman yang meminta untuk dibuatkan tato, karena dipaksa akhirnya saya coba saja untuk memberanikan diri," ujar Alex.

Hal yang sama juga dikatakan Ryan, tato artis yang terkenal di wilayah Bogor mengatakan, profesi ini cukup menjanjikan dari segi pengahasilan.  "Untuk tato 'full body back', tarifnya berkisar Rp80 juta --Rp150 Juta, tergantung tingkat kesulitannya," kata Ryan.

Dari segi medis, Dr Ratih Ardiansyah, salah satu dokter yang juga mempunyai tato mengatakan harus ada standar baku layaknya sebuah Rumah Sakit atau Klinik.

"Kegiatan ini jangan dianggap main-main, kami berurusan dengan cairan tubuh manusia, karena pada saat pembuatan tato itu kan terjadi proses perlukaan, jadi memungkinkan terjadi infeksi atau bahkan yang terberat seperti virus HIV," katanya. (*)