Tokoh masyarakat beri masukan pembenahan dasar hukum pembentukan Sumsel

id Tokoh masyarakat beri masukan pembenahan dasar hukum pembentukan Sumsel, pembenahan dasar hukum pembentukan sumsel, sums

Tokoh masyarakat beri masukan pembenahan dasar hukum pembentukan Sumsel

Tokoh masyarakat berdiskusi dengan Tim Penyiapan Naskah Akademik dan RUU Provinsi Sumsel. (ANTARA/Yudi Abdullah/22)

Memang perlu dibentuk kembali instrumen marga dan dusun dalam pemerintahan di Sumatera Selatan, karena faktanya aturan tersebut masih hidup dan dilakukan oleh masyarakat
Palembang (ANTARA) - Sejumlah tokoh masyarakat memberikan masukan pembentukan RUU tentang Sumatera Selatan untuk melakukan pembenahan dasar hukum pembentukan provinsi tersebut yang dibentuk pada masa Undang Undang Dasar Sementara 1950.

Tokoh masyarakat Sumsel, Sultan Palembang Darussalam Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jaya Wikrama R.M.Fauwaz Diradja dan tokoh adat Kabupaten Banyuasin Noer Muhammad, di Palembang, Kamis, memberikan masukan kepada tim pengumpulan data dalam rangka penyiapan naskah akademik dan RUU tentang Provinsi Sumsel.

Sultan Palembang Darussalam SMB IV Jaya Wikrama R.M.Fauwaz Diradja pada kesempatan itu meminta Pemerintahan Marga di Sumsel menjadi muatan lokal di UU Provinsi Sumsel.

Selain itu meminta tim tersebut membuka ruang yang lebar bagi hak-hak Sumsel yang sangat heterogen ini.

"Memang perlu dibentuk kembali instrumen marga dan dusun dalam pemerintahan di Sumatera Selatan, karena faktanya aturan tersebut masih hidup dan dilakukan oleh masyarakat," ujarnya.

Menurut dia, hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dan hidup dalam masyarakat, apabila kemudian diperkenankan dan pemerintah menggunakan aturan yang berlaku.

“Sumatera Selatan memiliki aturan tersendiri semisal qanun di Aceh, maka di provinsi ini bisa diberlakukan kembali marga, dusun dan guguk sebagai istilah pemerintah daerah,” kata SMB IV.

Sedangkan Tokoh Adat Banyuasin Noer Muhammad menambahkan ketika marga masih hidup banyak kearifan lokal masyarakat terjaga namun setelah marga dihapuskan maka kearifan lokal banyak ditinggalkan masyarakat.

Untuk mempertahankan kearifan lokal, masyarakat dengan dukungan Pemerintah Kabupaten Banyuasin membentuk Perda No.16 Tahun 2003.

“Begitu pasirah dibubarkan, sejak 2003 sudah ada Perda Tentang pembina adat kabupaten, kami membentuk pemangku adat di setiap desa yang tujuannya sebagai perpanjangan tangan untuk membina adat-adat di desa,” ujar Noer.

Ketua Tim Penyiapan Naskah Akademik dan RUU Provinsi Sumsel Titi Asmara Dewi mengatakan, berdasarkan surat pimpinan Komisi II DPR RI Tanggal 19 Januari 2022 Nomor B/1519/t.G.01.01/2022, Komisi II DPR RI menugaskan Badan Keahlian DPR RI untuk menyusun tujuh naskah akademik dan draf Rancangan Undang-Undang salah satunya adalah RUU Tentang Provinsi Sumsel.

Untuk menerima masukan (sharing) pendapat dari berbagai pihak digelar diskusi kelompok/FGD di Palembang, Selasa (1/3), yang mengungkap pentingnya kelembagaan marga dalam RUU Provinsi Sumsel seperti yang dahulu diatur dalam Undang Undang Simbur Cahaya.

"Masukan dari tokoh masyarakat dan berbagai pihak akan dimasukkan dalam naskah akademik dan akan kami jadikan pertimbangan dalam penyusunan RUU Provinsi Sumsel ,” ujarnya.

Sementara Sekda Sumsel SA Supriono berharap tatanan tentang bentuk atau istilah ataupun pelaksanaan yang berkaitan dengan pemerintahan kemargaan bisa menjadi muatan lokal pada UU Tentang Provinsi Sumsel sampai ke tatanan yang paling rendah.

“Ada permintaan dari penerus adat kiranya hal-hal yang berkaitan dengan kearifan lokal tentang adat itu menjadi sesuatu hal yang diakomodir dalam UU ini, artinya tidak hilang walaupun dinamika kehidupan masyarakat pada saat sekarang ini," kata Sekda.