Pemkab OKI dorong petani buka lahan tanpa membakar

id berita sumsel, berita palembang, antara palembang,lahan terbakar,Ogan Komering Ilir,kebakaran hutan dan lahan,karhutla

Pemkab OKI dorong petani buka lahan tanpa membakar

Arsip - Asap membubung tinggi dari lahan yang terbakar. (ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/rwa.)

Palembang (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, mendorong petaninya membuka lahan tanpa membakar untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Bupati OKI Iskandar di Kayuagung, Kamis, mengatakan, sosialisasi terus dilakukan agar warga menyadari bahwa cara-cara lama itu sudah tidak bisa dilakukan lagi karena sangat berbahaya.

“Dalam setiap kesempatan selalu diingatkan ke masyarakat untuk tidak membuka lahan dengan cara membakar, karena sangat rentan sekali terjadi karhutla, apalagi di musim kemarau,” kata dia.

Kabupaten OKI merupakan salah satu kabupaten yang rawan mengalami karhutla di Sumatera Selatan.
Adanya kebiasaan warga setempat yang menerapkan pertanian sonor dinilai menjadi salah satu pemicunya, yakni masuk ke dalam hutan saat musim kemarau untuk membuka areal pertanian kurang lebih 4 bulan. Dalam prosesnya, kerap membuka lahan dengan cara membakar.

Sementara itu, Sejumlah petani di Desa Simpang Heran, Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, binaan perusahaan hutan tanam industri PT Bumi Andalas Permai membuka lahan tanpa membakar untuk mulai menerapkan sistem pertanian padi organik.

Ketua Kelompok Tani Wono Tirto, Sugeng Riyanto mengatakan dirinya tergugah menjalankan pertanian padi organik lantaran ingin mengembalikan kondisi lahan mengingat sudah terdegradasi akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

“Lahan sudah tidak subur (karena sering terbakar, red), jadi saya pikir harus dikembalikan dulu dengan cara pertanian organik. Tapi ini belum benar-benar organik, baru semi organik, mungkin beberapa tahun ke depan memang benar-benar lepas dari zat kimia,” kata Sugeng.

Melalui pertanian organik yang dilakukannya di lahan 2 Hektare miliknya sejak setahun terakhir, Sugeng mengaku dapat menekan penggunaan pupuk kimia. Ia pun mampu memproduksi sekitar 4 ton Gabah Kering Giling per Hektare, seperti halnya pertanian konvensional di daerahnya.

Lantaran dapat menekan biaya produksi, sejumlah petani di daerahnya pun mulai tertarik mengikuti jejaknya walau awalnya enggan karena tak mau ribet.

“Saat ini setidaknya ada 10 petani yang mulai tanam secara organik,” kata dia.