Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania mengingatkan bahwa regulasi yang panjang dan berbelit-belit dapat mengguncangkan harga pangan karena dampak stabilisasi harga dari masuknya impor pangan bisa saja tidak tercapai karena ribetnya aturan.
Galuh Octania dalam rilis di Jakarta, Minggu, mengatakan salah satu regulasi yang dimaksud adalah waktu pelaksanaan impor yang tidak tepat.
"Pemerintah cenderung melakukan kegiatan impor ketika harga di pasar sudah mulai naik, seperti misalnya pada saat bulan puasa dan menjelang lebaran beberapa waktu yang lalu. Padahal, pemerintah seharusnya dapat memperhatikan parameter harga saat akan menentukan perlu atau tidaknya impor dilakukan," jelas Galuh.
Ia mengingatkan bahwa saat harga di pasar melambung, tentu ada kekurangan pasokan dalam jumlah tertentu yang dapat menstabilkan harga. Namun, impor seringkali dilakukan saat harga sudah terlalu tinggi.
Baca juga: Buwas: Kartel kuasai pangan dalam negeri
Selain itu, ujar dia, tindakan pemerintah untuk menyetop impor jagung juga berakibat pada terjadinya gejolak harga di pasar, karena berimbas pada kenaikan harga komoditas lain yaitu telur dan ayam.
Faktanya, lanjut Galuh, pemerintah perlu menyadari bahwa produksi jagung Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhan nasional.
"Untuk itu, perlu ada manajemen impor yang baik, tepat, dan terstruktur dari pemerintah. Hal ini kemudian juga berhubungan dengan mekanisme impor yang harus dilalui dengan serangkaian proses misalnya saja rapat koordinasi antarkementerian yang menyebabkan pemerintah atau Bulog tidak mengimpor di saat harga internasional sedang rendah," jelas Galuh.
Galuh juga menyoroti data pangan yang kerap dipermasalahkan, karena perbedaan data pangan antarkementerian dan instansi pemerintah juga membuat efektivitas impor juga perlu dipertanyakan.
Pada akhirnya, menurut dia, pemerintah harus lebih cermat dalam memperhitungkan kapan Indonesia harus melakukan impor.
"Gejolak harga yang tidak stabil tentunya akan merugikan para konsumen di Indonesia, terutama pada konsumsi rumah tangga yang sangat bergantung pada komoditas pangan yang terjangkau untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari," ucapnya.
Baca juga: Peneliti ingin pemerintah prioritaskan perbaikan data pangan
Berita Terkait
Wapres: Hilangkan stigma birokrasi lamban dan berbelit
Jumat, 7 Januari 2022 13:31 Wib
Wapres: Pengusaha masih keluhkan perizinan berbelit
Minggu, 5 Desember 2021 11:39 Wib
Wapres dorong pelayanan publik tidak berbelit-belit
Jumat, 22 Oktober 2021 9:43 Wib
DPR: Pengusaha mengadu urus perizinan masih berbelit-belit
Kamis, 10 Juni 2021 7:32 Wib
Prosedur penyaluran bantuan sosial terlalu berbelit-belit, ini evaluasi Presiden Jokowi
Selasa, 19 Mei 2020 10:28 Wib
Akibat perizinan daerah berbelit hambat sektor properti Indonesia
Minggu, 25 November 2018 18:59 Wib
Proses penerbitan perizinan di OKU dinilai lambat
Rabu, 11 April 2018 20:53 Wib
Pengurusan sertifikasi tanah masih berbelit-belit
Selasa, 18 Oktober 2016 17:08 Wib