Perpu darurat narkoba untuk perang semesta

id perppu narkoba,perpu narkoba,berita suumsel,berita sumsel,antara sumsel,Granat,perang terhadap narkoba,bandar narkoba,perusak generasi muda

Perpu darurat narkoba untuk perang semesta

Dokumentasi- Barang bukti narkotik 20 kg sabu . (ANTARA Sumsel/Nova Wahyudi/dol/18)

....Sudah banyak tangisan rakyat yang kehilangan anak, istri dan suami karena terjerat narkoba....
Jakarta (ANTARA News Sumsel) - Penyelundupan narkoba ke Indonesia merupakan sebuah fenomena gunung es, sehingga banyak pihak mengibaratkan jika satu yang tertangkap maka kemungkinan ada 10 kali upaya penyelundupan yang berhasil. Artinya, jika baru-baru ini tertangkap dua kapal penyelundup dengan hasil sitaan 3 ton sabu-sabu maka ada 30 ton sabu-sabu yang berhasil masuk Indonesia.

Dengan jumlah 30 juta gram itu, bisa dibayangkan ada 30 juta warga Indonesia yang berpotensi teracuni sabu-sabu. Ini bukan lagi soal penyelundupan, tetapi seperti ada skenario besar untuk menghancurkan bangsa ini.

Saat ini kurir dan  pengedar lokal dengan berani membawa sabu-sabu dalam jumlah besar dengan angkutan publik, seperti pesawat dan kapal laut. Dua kasus penangkapan terakhir menunjukkan semakin berani jaringan narkoba itu. Pertama di Bandara Hang Nadim, Selasa (5/3), tersangka Sadam membawa 1 kilogram sabu-sabu dalam tas ranselnya saat akan berangkat dengan pesawat ke Padang. Kedua, kasus penangkapan tersangka Nandi yang lolos membawa sabu-sabu 5,5 kilogram dari Pelabuhan Tanjung Pinang menuju Pelabuhan Perak Surabaya dengan menumpang Kapal Pelni KM Doloronda. Nandi akhirnya ditangkap di Jembatan Suramadu, Selasa (5/3).

Kedua kurir itu nekad karena imbalan yang lumayan, konon mencapai Rp30 juta per kilogram. Ratusan kurir kemungkinan sudah berhasil lolos dan memasok untuk bandar-bandar di Indonesia. Berdasarkan data BNN, saat ini ada 72 jaringan yang bekerja di Indonesia dengan sabu'dabu yang berasal dari 11 negara. Dua negara yang dikenal sebagai pemasok sabu-sabu terbesar ke Indonesia yaitu Tiongkok dan Myanmar.
    
        Mirip Perang Candu
Gencarnya penyelundupan narkoba seperti sabu-sabu dan ekstaksi ini mirip seperti juga perang candu antara Tiongkok dan Inggris di masa lalu. Namun kali ini kekuatan asing yang mencoba memainkan perang adalah mafia dari Tiongkok dan Myanmar. Dengan pendapatan yang luar biasa, mafia dua negara itu diduga kuat mampu menyuap aparat keamanan negaranya sehingga barang haram itu bisa lolos dari pusat-pusat produksi mereka di pedalaman sampai ke pelabuhan

Indikasi pembiaran aparat keamanan dari negara lain itu juga dibenarkan oleh Direktur Komunikasi dan Informasi Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan H Purwanto dalam sebuah wawancara di televisi nasional, Selasa (5/3).

Wawan bahkan secara terang mengungkap telah terjadi perang asimetris untuk menggagalkan bangsa ini yang telah bergerak menuju kekuatan ekonomi baru dunia.

Perang ini merupakan model peperangan yang dikembangkan dari cara berpikir yang tidak lazim, dan di luar aturan peperangan yang berlaku, dengan spektrum perang yang sangat luas, mencakup delapan aspek atau asta-gatra. Delapan aspek itu sebagai perpaduan antara trigatra (geografi, demografi, dan sumber daya alam), dengan pancagatra (ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya, serta hankam).
    
              Senjata Ampuh
Bisnis narkoba menjadi senjata paling ampuh yang bisa menghancurkan sebuah bangsa dengan daya rusak yang luar biasa melebihi senjata pemusnah masal.  Dampaknya tidak langsung mematikan, tetapi merusak ekonomi, sosial, budaya, dan hankam.

Secara ekonomi, bisnis narkoba menguras tabungan rakyat dengan angka fantastis. Kabag Humas Badan Narkotika Nasional (BNN) Kombes Pol Sulistiandriatmoko mengungkap tahun 2015, transaksi satu jaringan narkoba per tahun mencapai Rp17 triliun . Ia mengandaikan, dari 72 jaringan sindikat narkoba yang ada dengan omset rata-rata  Rp10 triliun, maka total  omset bisnis itu mencapai Rp720 triliun per tahun.

Wajar dengan dana sebesar itu mereka mampu menyuap aparat penegak hukum di negara mereka, mengunakan teknologi komunikasi yang canggih seperti telepon satelit dan radar, dan membayar kurir antarnegara puluhan juta per kilogram sabu-sabu.

Potensi kerugian lain adalah dana besar itu mampu merusak mental aparat penegak hukum di Indonesia, termasuk para oknum sipir yang membiarkan bandar-bandar narkoba masih mengendalikan bisnis di balik penjara. Berulang kali BNN membongkar aktivitas bandar narkoba di balik penjara sehingga membuat geram Budi Waseso yang dalam menyebut para oknum sipir itu sebagai pengkhianat negara.

Bandar besar narkoba walau di balik jeruji masih dipercaya produsen dan masih mempunyai jaringan yang belum lumpuh semua. Jangan tunda lagi eksekusi mati bagi mereka karena semakin ditunda semakin banyak lagi narkoba yang bisa masuk ke Indonesia.

Banjirnya narkoba di Indonesia jangan dianggap sebagai hal sepele tetapi harus disikapi lebih serius, bahkan perlu dengan penggalangan semua potensi bangsa karena ini sudah terindikasi kuat sebagai sebuah alat perang asimetri.
    
              Perppu
Dari sisi hukum, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Darurat Narkoba perlu segera diterbitkan, misalnya dengan jangka waktu satu atau dua tahun. Perppu harus memuat penggalangan semua kekuatan, baik TNI/Polri dan semua instansi pemerintah untuk berperang dengan bisnis narkoba.

Dengan payung perppu, dana pemberantasan dan pencegahan bisa naik tiga kali lipat. Jumlah personel Satgas BNN ditambah, peralatan komunikasi lebih canggih, termasuk menyadap telepon satelit, patroli perbatasan melibatkan TNI/Polri ditingkatkan, penggunaan peralatan militer canggih untuk mendukung operasi dan melibatkan semua kekuatan babinsa di desa-desa. Kader antinarkoba dicetak lebih banyak, tes urine semakin sering dilakukan, dan bekukan semua tempat hiburan malam yang terindikasi sebagai sarang narkoba.

Ingat korban narkoba sudah berjatuhan dan jumlah angka kematian akibat narkoba di Indonesia mencapai 50 orang setiap hari. Saat ini saja jumlah pecandu sudah mencapai 5 juta orang dimana 1,5 juta diantaranya sudah sulit disembuhkan dan menjadi beban masyarakat.

Mau sampai berapa banyak lagi korban harus berjatuhan dan mau berapa juta lagi anak bangsa kehilangan akal sehatnya.

Saatnya sekarang bukan sekadar slogan kata "perang" dan "darurat" untuk narkoba, tetapi kerja untuk perang semesta yang melibatkan semua elemen bangsa melalui payung hukum perppu. Istilah perang semesta juga dilontarkan Wawan H Purwanto sebagai solusi efektif untuk memberangus bisnis narkoba yang sudah masuk sampai ke desa-desa.

Ketua Umum DPP Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat) Henry Yosodiningrat juga mendesak Presiden Joko Widodo untuk mengeluarkan Perppu Darurat Narkoba.

Henry menjamin semua fraksi di DPR RI akan mendukung Perppu tersebut. Legitimasi pemerintahan ini akan semakin kuat jika pemerintah semakin tegas memberantas narkoba.

Sudah banyak tangisan rakyat yang kehilangan anak, istri dan suami karena terjerat narkoba. Saatnya ini dihentikan dengan beraksi bersama semua elemen bangsa.
(T.B013/M.M. Astro)