Kejagung tunggu fatwa MA grasi terpidana mati

id Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, grasi, terpidana, mati

Kejagung tunggu fatwa MA grasi terpidana mati

Gedung Jaksa Agung RI (Istimewa)

Jimbaran, Bali (ANTARA Sumsel) - Kejaksaan Agung masih menunggu fatwa dari Mahkamah Agung (MA) terkait kepastian batasan waktu pengajuan grasi bagi terpidana mati.

"Kami harapkan MA bisa memberikan jawaban kepada kami dan mereka kabarnya sedang mempelajari itu (pengajuan fatwa)," kata Jaksa Agung Muhammad Prasetyo setelah penandatanganan nota kesepahaman dengan Kejaksaan Agung Singapura di Jimbaran, Kabupaten Badung, Bali, Selasa.

Sebelumnya Undang-Undang Nomor 5 tahun 2010 tentang Grasi menyebutkan batasan waktu pengajuan grasi itu selama satu tahun.

Namun Mahkamah Konstitusi sebelumnya pada tahun lalu menyatakan jangka waktu pengajuan grasi dapat dilakukan lebih dari satu tahun sejak putusan memiliki kekuatan hukum tetap dalam putusan uji materi Undang-Undang Grasi.

Dengan adanya ketentuan tersebut, lanjut dia, dimanfaatkan oleh terpidana mati yang seolah mengulur waktu pelaksanaan eksekusi.

"Mereka (terpidana mati) berlindung dibalik regulasi. Mereka bisa mengajukan grasi kapan saja tidak dibatasi waktunya, itu satu hal menyulitkan kami," imbuhnya.

Meski demikian, Muhammad Prasetyo menegaskan pemerintah belum berpikiran untuk membatalkan ataupun menghentikan eksekusi mati.

Selain pengajuan grasi, Jaksa Agung mengatakan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) yang dapat dilakukan lebih dari sekali dengan waktu yang tidak terbatas juga menjadi kendala aparat berwenang dalam melakukan eksekusi.

"Termasuk pengajuan PK juga seperti itu. Apakah benar jaksa memang tidak bisa mengajukan PK?, sementara PK diajukan untuk kepentingan kesimbangan keadilan bukan hanya dari pelaku tetapi korban bisa perorangan, kelompok, masyarakat dan bahkan negara," ucapnya.

Ia menyontohkan untuk kasus korupsi yang korbannya menyangkut masyarakat luas.

Selain itu, kasus narkoba juga menimbulkan korban banyak yang sebagian besar narapidananya dijatuhi pidana mati.  

Sebagian besar warga binaan yang menghuni lembaga pemasyarakatan di Indonesia juga dari kasus narkoba seperti di Bali yang hampir 70 narapidana dan tahanan merupakan kasus narkoba.

"Kami menyatakan perang kejahatan narkotika baik itu bandar, pengedar dan gembong," ucapnya.