Jakarta, (ANTARA News) - Kementerian Kominfo
berharap masalah hukum terkait dugaan penyalahgunaan jaringan bergerak
seluler frekuensi 2,1 Ghz/3G milik Indosat yang diakui sebagai produk PT
Indosat Mega Media (IM2) dapat diselesaikan untuk menjamin kepastian
bagi industri telekomunikasi.
"Masalah hukum ini agar
dapat diselesaikan sesuai ketentuan yang ada. Jika ada bukti pelanggaran
hukum, maka kepada pihak aparat penegak hukum diharapkan tetap
memproses penyidikannya," kata Kepala Pusat Informasi dan Humas
Kementerian Kominfo Gatot S Dewa Broto, dalam siaran pers di Jakarta,
Senin.
Sebelumnya (18/1), Kejaksaan Agung menetapkan
seorang tersangka berinisial IA diduga korupsi pengunaan jaringan
frekuensi 2,1 Ghz/generasi ketiga (3G) IM2.
Kejagung menduga
IM2
tidak pernah mengikuti seleksi pelelangan pita jaringan bergerak
seluler yang mengakibatkan kerugia negara sekitar Rp3,8 triliun.
Kejaksaan juga meningkatkan kasus itu dari penyelidikan ke tingkat
penyidikan.
Menurut Gatot, Kementerian Kominfo dan Badan
Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) sesuai kewenangannya telah
melakukan pengawasan terhadap seluruh penyelenggara telekomunikasi
sesuai dasar hukum pada sejumlah peraturan yang ada.
"Pengawasan meliputi pelaksanaan interkoneksi, kualitas layanan, sewa
jaringan, kemungkinan ada tidaknya interferensi, tingkat komponen dalam
negeri (TKDN), penggelaran jaringan dan lain sebagainya," kata Gatot.
Sementara itu anggota BRTI Nonot Harsono menyayangkan lembaga yudikatif
lebih mempercayai laporan LSM ketimbang instansinya dalam kasus
IM2.
"Sebaiknya peran Kemkominfo sebagai lembaga yang
mendapat tugas mengawal UU telekomunikasi dihargai. IM2 bukan berjualan
bandwidth, tetapi koneksi sebagai mitra operator jaringan," kata Nonot.
UU Secara Utuh
Anggota Komite lainnya, Heru Sutadi meminta semua pihak membaca UU Telekomunikasi secara utuh atau tidak sepotong-potong.
Ia merujuk pasal 7 ayat 1, pasal 8 ayat 1, pasal 9 ayat 1 dan 2.
Pada pasal 9 ayat (2): Penyelengara jasa telekomunikasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dalam menyelenggarakan jasa
telekomunikasi, menggunakan dan atau menyewa jaringan telekomunikasi
milik penyelenggara jaringan telekomunikasi.
"Itu sudah
jelas di
aturan tersebut. Semua sudah sesuai aturan mainnya. Kalau ada kerugian
negara, BPKP harus cek, jangan main langsung ke ranah hukum dulu," ujar
Heru.
Diingatkannya, adanya perkembangan teknologi 3G
menjadikan seluler bisa langsung terkoneksi ke Internet. Tidak perlu
harus Network Access Provider (NAP) atau Jaringan tertutup (Jartup).
"Perkembangan teknologi yang dulu memisahkan antara telco dan internet,
sekarang tidak lagi. Bahkan untuk Broadband Wireless Access (BWA) itu
open akses. UU dan KM mengatur pihak-pihak yang boleh menyelenggarakan,"
jelas Heru.
Ditambahkannya, kewajiban Pendapatan Negara
Bukan Pajak (PNBP) baik berupa up front fee seusai memenangkan tender
layanan 3G, Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) Frekuensi Radio, BHP Jasa
Telekomunikasi dan kontribusi Universal Service Obligation (USO) yang
telah
dilakukan oleh Indosat sesuai ketentuannya dan telah diaudit oleh pihak
yang berwenang.
Sedangkan kewajiban IM2 adalah sebatas
sebagai penyelenggara PJI, yaitu kewajiban pembayaran PNBP dalam hal
BHPTelekomunikasi dan kontribusi USO. (ANT-R017)
Berita Terkait
Polda Sumsel tetapkan Aiptu FN jadi tersangka kasus "debt collector"
Jumat, 26 April 2024 16:06 Wib
PWRI Jabar akui otak kasus investasi bodong Ketua Harian PWRI Sukabumi
Jumat, 26 April 2024 10:45 Wib
Polisi buru 10 oknum debt collector viral kasus penembakan
Kamis, 25 April 2024 16:17 Wib
Kejati tetapkan satu tersangka lagi kasus korupsi Dana Pensiun PTBA
Kamis, 25 April 2024 14:59 Wib
Kejari Palembang tetapkan tersangka kasus korupsi bahan pakaian batik
Rabu, 24 April 2024 22:25 Wib
Polda Sumsel periksa oknum debt collector viral kasus penembakan
Rabu, 24 April 2024 15:40 Wib
Kasus konten kreator nistakan agama kembali terjadi
Selasa, 23 April 2024 19:43 Wib
Pengadilan Agama Palembang sebut pengajuan cerai meningkat setelah lebaran
Selasa, 23 April 2024 15:12 Wib