Kebutuhan investasi listrik 2014 Rp100 triliun

id listrik, pln, kebutuhan investasi listrik 2014, nilai investasi listrik pln 2014

Kebutuhan investasi listrik 2014 Rp100 triliun

Ilustrasi.(Foto Antarasumsel.com/13/Feny Selly))

Jakarta (ANTARA Sumsel) - Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik PT PLN (Persero) periode 2013-222 menyebutkan kebutuhan investasi kelistrikan pada 2014 mencapai 9,4 miliar dolar AS atau setara Rp100 triliun.

Direktur Perencanaan dan Pembinaan Afiliasi PLN Murtaqi Syamsuddin di Jakarta, Jumat, mengatakan total investasi itu berasal dari PLN sebesar 7,1 miliar dolar dan swasta berupa pembangkit dengan skema pengembang listrik swasta (independent power producer/IPP) 2,3 miliar dolar.

"Secara keseluruhan, sesuai RUPTL 2013-2022, kebutuhan investasi baik PLN dan IPP mencapai 125,2 miliar dolar AS," katanya.

RUPTL 2013-2022 itu telah dituangkan dalam Keputusan Menteri ESDM No 4092 K/21/MEM/2013 yang ditandatangani Jero Wacik pada 31 Desember 2013.

Berdasarkan RUPTL tersebut, kebutuhan investasi PLN pada 2014 sebesar 7,1 miliar dolar itu terdiri atas pembangkitan 2,86 miliar dolar, penyaluran 3,01 miliar dolar, dan distribusi 1,24 miliar dolar.

Sementara, total investasi 2013-2022 sebesar 125,2 miliar dolar terdiri dari PLN 71,1 miliar dolar dan pembangkit IPP 54,12 miliar dolar.

"Partisipasi swasta untuk 10 mendatang adalah 54,1 miliar dolar atau 43 persen dari kebutuhan investasi," katanya.

Rincian investasi PLN 2013-2022 sebesar 71,1 miliar dolar adalah pembangkitan 37,2 miliar, penyaluran 19,41 miliar, dan distribusi 14,49 miliar dolar.

Menurut Murtaqi, kebutuhan investasi PLN sebesar 71,1 miliar dolar sampai 2022 akan dipenuhi dari berbagai sumber yaitu APBN sebagai penyertaan modal pemerintah (ekuitas), pinjaman baru, dan dana internal.

Dana internal berasal dari laba usaha dan penyusutan aktiva tetap, sedangkan dana pinjaman berupa utang luar negeri melalui skema penerusan pinjaman pemerintah (sub loan agreement/SLA), pinjaman pemerintah melalui rekening dana investasi, obligasi nasional maupun internasional, pinjaman komersial perbankan lainnya, dan hibah luar negeri.

Namun demikian, ia mengatakan, kemampuan pendanaan internal (APLN) rendah, karena sebelum 2009, PLN tidak memperoleh marjin subsidi.

Di sisi lain, PLN juga menghadapi kendala "covenant" atau komitmen menjaga kondisi keuangan yang disyaratkan pemberi pinjaman, sehingga hanya bisa meminjam dalam jumlah terbatas.

Menurut dia, kapasitas pinjaman PLN memang bisa ditingkatkan, asalkan pendapatan meningkat melalui kenaikan tarif atau marjin subsidi.

Tetapi, kenaikan tarif juga menjadi hal yang sulit dilakukan, sehingga peran APBN setiap tahun menjadi penting.

Dengan demikian, lanjutnya, untuk menjaga kemampuan PLN menyediakan listrik maka harus dilakukan perbaikan berupa peningkatan pendapatan PLN dan dana APBN.