PGRI: Maraknya kasus kriminalisasi guru bahayakan sistem pendidikan

id Permendikbudristek PPKSP,Merdeka Belajar,berita sumsel, berita palembang

PGRI: Maraknya kasus kriminalisasi guru bahayakan sistem pendidikan

Seorang guru menyampaikan materi pelajaran saat proses belajar mengajar di SMP Budaya, kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur, Rabu (20/7/2022). (ANTARA FOTO/Andi Bagasela/wsj/rwa.)

Jakarta (ANTARA) -
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mengatakan maraknya kasus kriminalisasi guru dilakukan orang tua akibat pemberian hukuman edukatif kepada murid dapat membahayakan sistem pendidikan sebab tindakan tersebut bertolak belakang dengan cakupan tugas dari profesi guru.
 
"Pemberian hukuman edukatif masuk dalam tugas profesi guru, undang-undang menjamin. Jadi nanti guru membiarkan saja bila ada murid yang berperilaku menyimpang, akhlaknya kurang baik, tidak ditegur, dihukum karena takut dikriminalisasi. Ini bahaya buat sistem pendidikan.” kata Wakil Sekjen Pengurus Besar PGRI Dudung Abdul Qodir di Jakarta, Rabu.
 
Dia mengingatkan tentang fungsi pendidikan nasional mengembangkan kemampuan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa sebagaimana tertulis pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
 
Dia menjelaskan pemberian hukuman edukatif  bagian dari proses pendidikan untuk mengembangkan kemampuan watak murid.
 
Oleh sebab itu, ia mengatakan pencegahan dan penindakan kekerasan pada satuan pendidikan sebaiknya tidak luput pula melihat guru sebagai pihak yang sama-sama rentan menjadi korban kekerasan, baik verbal, ancaman, maupun fisik
 
"Meskipun kami punya lembaga bantuan hukum, namun tetap perlu ada penguatan edukasi dan literasi terkait hak dan kewajiban guru dalam mendidik kepada orang tua murid," ujar Dudung.
 
Namun begitu, ia mengakui ada guru yang memberikan hukuman edukatif dengan berlebihan dan tidak sesuai usia murid sehingga penguatan sumber daya guru menjadi langkah penting untuk mencegah kekerasan pada satuan pendidikan.
 
Penguatan sumber daya guru tersebut, katanya, dapat berupa pemberian pelatihan agar metode pengajaran dan pendidikan guru, termasuk pemberian hukuman edukatif, menyesuaikan dengan perkembangan perilaku dan psikologi murid saat ini, sejalan dengan Kurikulum Merdeka.
 
Dia mengakui tidak sedikit guru yang metode pengajarannya tidak diperbaharui dan terkesan otoriter bagi murid zaman sekarang akibat guru tersebut sibuk mengerjakan beban tugas administratif sehingga tidak memiliki waktu untuk meningkatkan kapasitas ilmu.
 
“Karena itu, menciptakan sistem pendidikan yang bebas dari kekerasan perlu kolaborasi dan sinergi banyak pihak agar semuanya terlindungi, tidak hanya salah satu pihak saja,” ujar Dudung.