Polri rapat selidiki dugaan bocornya putusan Mahkamah Konstitusi terkait sistem pemilu

id putusan MK,putusan MK bocor,Kapolri Listyo Sigit,Polri putusan MK,Denny Indrayana,Mahfud MD,Menkopolhukam Mahfud MD,sist

Polri rapat selidiki dugaan bocornya putusan Mahkamah Konstitusi terkait sistem pemilu

Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo (tengah) menjawab pertanyaan wartawan bersama Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD (kanan), dan Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono (kiri) selepas rapat koordinasi nasional pengamanan Pemilu 2024 di Jakarta, Senin (29/5/2023). ANTARA/Genta Tenri Mawangi

Dia menyampaikan informasi tersebut berasal dari seseorang yang dia percaya kredibilitas-nya, tetapi dia bukan hakim Mahkamah Konstitusi.

Terkait cuitan itu, Mahfud MD pada hari yang sama lewat akun resmi Twitternya @mohmahfudmd menilai informasi dari Denny Indrayana dapat menjadi preseden buruk, karena putusan MK tidak boleh dibocorkan sebelum dibacakan oleh majelis hakim.

"Terlepas dari apa pun, putusan MK tak boleh dibocorkan sebelum dibacakan. Info dari Denny ini jadi preseden buruk, bisa dikategorikan pembocoran rahasia negara. Polisi harus selidiki info A1 yang katanya menjadi sumber Denny agar tak jadi spekulasi yang mengandung fitnah," kata Mahfud dalam cuitannya di Twitter.

Dalam jumpa pers selepas rapat koordinasi di Jakarta, Senin, Mahfud menyampaikan dia telah meminta MK mengusut pihak-pihak yang membicarakan putusan.

"Saya tadi sudah ke MK, (dan meminta) supaya diusut siapa di dalam yang suka bicara itu. Kalau memang sudah diputuskan, kalau memang bocor," ucap Mahfud MD.

Dia juga meminta Denny Indrayana menjelaskan sumber dari informasi-nya.

"Denny juga supaya menjelaskan bahwa itu benar, dan itu nanti akan terlihat dalam perjalanan waktu siapa yang benar, siapa yang salah," ujar Menko Polhukam RI.

Mahkamah Konstitusi sejauh ini belum menggelar pembacaan putusan untuk hasil uji materi (judicial review) Pasal 168 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) terkait sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022.

Keenam orang yang menjadi pemohon ialah Demas Brian Wicaksono (Pemohon I), Yuwono Pintadi (Pemohon II), Fahrurrozi (Pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (Pemohon IV), Riyanto (Pemohon V), dan Nono Marijono (Pemohon VI).

Para pemohon menilai Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu yang mengatur sistem proporsional terbuka membuka celah persaingan antar-caleg yang tidak sehat, mendorong adanya politik uang, dan membuat biaya politik pemilihan anggota legislatif menjadi mahal.