Sumsel mewaspadai kebakaran hutan dan lahan sejak dini

id kebakaran lahan, kebakaran hutan, pencegahan kebakaran hutan, pemprov sumsel, titik api

Sumsel mewaspadai kebakaran hutan dan lahan sejak dini

Ilustrasi - Petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sumsel memadamkan api yang membakar lahan di dekat permukiman warga di Desa Simpang Pelabuhan Perbatasan Palembang-Indralaya, Sumsel (Foto Antarasumsel.com/Nova Wahyudi/15/den)

....Jumlah hotspot terhitung tanggal 1-10 Juli 2016 hanya berjumlah 33 titik atau menurun drastis jika dibandingkan periode yang sama pada 2015 yang mencatat 203 titik....
Palembang (ANTARA Sumsel) - Sumatera Selatan menjadi perhatian dunia akibat terbakarnya 736.563 hektare areal hutan dan lahan pada 2015 yang mengakibatkan bencana kabut asap hingga ke negara tetangga.

Untuk mencegah kejadian ini berulang, pada 2016 Sumsel lebih mengedepankan deteksi dini dalam upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dengan melibatkan seluruh instansi terkait mulai dari pemerintah, perusahaan, dan masyarakat.

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan Sigit Wibowo di Palembang mengatakan upaya ini diawali dengan memetakan terlebih dahulu daerah rawan karhutla.

Sebanyak 637.652 hektare lahan masuk kategori rawan kebakaran tingkat tinggi karena merupakan gambut berkedalaman di atas tiga meter.

"Berdasarkan pemetaan inilah, tim yang terdiri dari beragam instansi terkait menjadi kawasan rawan ini sebagai skala prioritas dalam pencegahan," kata Sigit.

Ia mengemukakan, namun dari 637.652 hektare lahan gambut itu ditetapkan tiga lokasi sebagai kawasan sangat rawan karena selalu menjadi penyuplai asap dalam kasus karhutla beberapa tahun terakhir.

Ketiga lokasi itu berada di kawasan Pantai Timur, Ogan Komering Ilir (OKI), perbatasan Banyuasin dan OKI, dan sebelah Utara dari Kabupaten Musi Banyuasin dengan luas total sekitar 1,4 juta hektare.

Kawasan ini diperkirakan kelompok gambut dalam yang apabila terbakar maka sangat sulit untuk dipadamkan karena api menjalar dibawah tanah dengan kecepatan tinggi.

Untuk itu, Pemprov, BPBD, TNI, Polri, perusahaan perkebunan saling merapatkan barisan mengingat tiga lokasi ini merupakan kawasan ratusan ribu hektare Hutan Tanam Industri, dan kawasan hutan lindung yang menjadi kewenangan pemerintah.

"Ini semua berdasarkan analisa mendalam bahwa sejak 2007, selalu saja tiga lokasi ini sebagai daerah pemproduksi asal (kebakaran, red). Sehingga pada tahun ini kebakaran tidak boleh terjadi di tiga lokasi ini," kata dia.

Dampak positifnya, Sigit menambahkan jumlah titik panas (hotspot) di Sumatera Selatan jauh berkurang selama Juni hingga Juli 2016 jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Berdasarkan data diketahui bahwa jumlah hotspot terhitung tanggal 1-10 Juli 2016 hanya berjumlah 33 titik atau menurun drastis jika dibandingkan periode yang sama pada 2015 yang mencatat 203 titik.

Sedangkan hotspot selama Juni 2016 hanya berjumlah 76 atau menurun tajam dibandingkan bulan yang sama tahun 2015 yang mencapai 229 titik.

Jumlah hotspot terkini ini juga jauh menurun jika dibandingkan tahun 2014 yakni pada Juni sudah mencapai 117 titik dan Juli 51 titik, dan tahun 2012 pada Juni mencapai 436 titik dan Juli mencapai 64 titik.

Lantaran kesigapan sejak awal ini membuat titik hotspot berada di wilayah tengah di tiga kabupaten (Musi Banyuasin, Banyuasin, dan Ogan Komering Ilir) yang sebagian besar merupakan tanah mineral.

Meski demikian, Sigit menegaskan bahwa Sumsel tidak melepaskan kewaspadaan mengingat sudah memasuki musim kemarau yang diperkirakan akan terjadi pada Agustus 2016.

"Saat ini memang masih ada hujan di beberapa lokasi dan masih bisa dimanfaatkan untuk menabur garam (hujan buatan) karena masih ada awan, tapi jika tidak ada lagi awan maka tidak ada cara lain selain berupaya sekuat tenaga mencegah," kata Sigit.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika menyatakan sejumlah kawasan lahan gambut di Sumatera Selatan terpantau tidak mengalami hujan selama 20 hari terakhir sehingga sangat rawan mengalami kebakaran.

"Secara keseluruhan di Sumsel masih ada hujan dalam 10 hari karena pada tahun ini mengalami kemarau basah, tapi untuk beberapa lokasi terpantau sudah 20 hari," kata Kepala Seksi (Kasi) Observasi dan Informasi Stasiun Meteorologi BMKG Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II Agus Santoso.

Ia mengemukakan kondisi cuaca ini patut menjadi kewaspadaan mengingat pada Juli hingga September diperkirakan curah hujan akan semakin menurun, dan pada Oktober hingga Desember baru akan hujan lagi karena akan memasuki musim hujan.

Faktor cuaca global juga harus dicermati karena ada pergeseran jika dibandingkan tahun lalu yakni dari fenomena La Nino menjadi La Nina sehingga suplai air hujan akan terus melemah dari Juli hingga September, bahkan hingga November.

Hujan yang bakal berlangsung ini juga masuk kategori hujan dengan intensitas rendah yakni 100 mililiter/bulan, sedangkan hujan dengan curah tinggi selama Juni hingga Agustus diperkirakan hanya 20 persen.

"Sejauh ini titik hotspot yang terbentuk di beberapa lokasi masih belum membahayakan dan sebagai indikatornya bahwa fenomena asap dan jarak pandang di bandara masih normal," kata dia.

        
    Ruang Pemantau Api

Terkait upaya pencegahan karhutla ini, perusahaan pengelola hutan tanam industri, Sinar Mas telah mengaktifkan pusat pematau titik api di Jakarta sejak April 2016.

Keberadaan ruang kontrol ini untuk memperkuat upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di beberapa provinsi yang rawan mengalaminya.

GM Fire Management APP Sinar Mas Sujica Lusaka mengatakan, pusat pemantau titik api (situation room) ini akan menjadi tempat berbagai sumber saling berkoodinasi dalam pendeteksian dini kebakaran hutan dan lahan.

"Dengan diaktifkannya situation room ini maka jika ada titik api di sekitar areal konsesi Hutan Tanam Industri yang menjadi pemasok perusahaan maka akan muncul di layar pusat pemantau secara 'realtime'," kata dia.

Ia menjelaskan bahwa data 'realtime' itu dapat diperoleh karena sistem menggunakan teknologi mutahir yakni mengambil data dari Geospasial Information System (GIS) yang dipadukan dengan data yang diambil secara langsung melalu pesawat udara yang dilengkapi alat canggih kamera geothermal.

Perpaduan data ini diharapkan dapat meningkatkan akurasi dan kecepatan pendeteksian titik api.

"Tidak seperti tahun sebelumnya yakni data hotspot diperoleh dari satelit sehingga ada waktu 'delay' saat informasi pertama diterima hingga sampai ke petugas di lapangan," kata Sujica.

Ia menjelaskan, melalui teknologi baru ini maka sejak informasi awal ditangkap kamera geothermal maka hanya butuh waktu dua menit untuk terdistribusi ke pusat pemantauan di distrik perkebunan.

Untuk mendukung keakuratan data ini, pesawat Cessna yang membawa kamera geothermal itu akan terbang mengelilingi konsesi pemasok Asia Pulp And Paper di wilayah Sumatera selama 6 jam per hari dengan memakai peta skala prioritas fire danger rating system (FDRS).

Peta FDRS ini diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang dikombinasikan dengan data Automatic Weather System (AWS) yang ada tiap distrik perkebunan HTI.

Dalam peta ini akan diketahui tingkat kelembapan, arah angin, temperatur, tekanan udara sehingga situasi terkini di areal konsesi dan di luar konsesi dapat terpantau secara aktual.

"Dengan data akurat seperti itu maka ketika terjadi bencana maka tindakan yang diambil akan sangat efektif karena ketika rawan kebakaran maka FDRS secara otomatis menunjukan warna kuning. Tindakan selanjutnya maka situation room akan dioperasikan selama 24 jam," kata Sujica.

Perusahaan juga menjalankan program Desa Makmur Peduli Api di 500 desa di Sumatera dan Kalimantan untuk upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan.

Desa peduli api ini bakal menjadi ujung tombak pencegahan kebakaran karena masyarakat berperan aktif dalam mengawasi lokasi yang rawan kebakaran, termasuk melaporkan ke pihak berwenang.

Pimpinan Program Desa Makmur Peduli Api Agung Wiyono mengatakan program ini bukan hanya terfokus pada pencegahan kahutla tapi juga pemberdayaan ekonomi masyarakat, transfer teknologi, dan penyelesaian konflik lahan.

"Sinar Mas menyalurkan dana untuk pencetakan sawah baru, penanaman jagung dan buah, serta tambak ikan. Nanti hasilnya dibeli perusahaan," kata dia.

Ahli tata kelola lahan gambut dari Universitas Sriwijaya Prof Fachrurrozie Syarkowi mengatakan warga di sekitar areal konsesi harus diberikan surat kegiatan yang memiliki nilai ekonomi supaya tidak mudah dihasut oleh oknum untuk membakar lahan.

"Jika mereka kenyang maka mana mau mereka hanya dibayar beberapa ratus ribu untuk bakar lahan," kata Fachrurrozie.

    
   Sinergi

Sementara itu, dari sisi penegakan hukum, Komandan Korem 044 Garuda Dempo Kolonel Inf Kunto Arief mengatakan pelaku pembakaran lahan akan dipublikasikan di media massa untuk memberikan efek jera dan mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya pencegahan kebakaran hutan dan lahan.

"Nanti jika ada pelaku yang tertangkap tangan akan langsung dipublikasikan ke media, cara ini diharapkan akan memberikan shock ke masyarakat yang sudah terbiasa membakar jika ingin membuka lahan," kata Kunto.

Ia mengemukakan langkah tegas juga sudah dilakukan TNI ke seorang pembakar lahan di Desa Riding, Ogan Komering Ilir dengan menyegel kediamannya.

"Pelaku kabur ke Palembang, oleh petugas rumahnya disegel dengan ditempel tulisan 'dicari', tulisan itu baru dilepas jika pelaku menyerahkan diri," kata putra Wakil Presiden RI (1993-1998) Try Sutrisno.

Sumatera Selatan menarik perhatian pada saat peristiwa kahutla pada 2015 karena terdapat setidaknya 736.563 hektare lahan yang terbakar dan 74 persennya berada di dalam area konsesi perkebunan HTI.

Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin sudah menerbitkan status siaga darurat bencana asap lebih dini untuk mencegah peristiwa serupa tahun lalu terulang lagi.

Staf Ahli Bidang Perubahan Iklim Setda Sumsel Najib Asmani, mengatakan Pemprov Sumsel sudah membuat program prioritas pengendalian karhutla yakni masyarakat desa peduli api, pemantauan serta pengendalian dini hotspot dan kebakaran, evaluasi sarana prasarana dan SDM pemadaman kebakaran perusahaan.

"Selain itu, juga dilakukan restorasi gambut dengan mengembalikan gambut sesuai fungsinya," kata Najib.

Dalam menjalankan restorasi ini, Sumsel dibantu enam Lembaga Sosial Masyarakat internasional asal Belanda, Inggris, dan Norwegia yakni The Sustainable Trade Initiative (IDH) Belanda, United Kingdom Climate Change Unit (UKCCU) Inggris,  NICFI Norwegia, Zoological Society of London (ZSL) Inggris, Yayasan Belantara, Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) BioClime Belanda yang telah membuat nota kesepahaman bersama di Palembang beberapa waktu lalu.

Alex Noerdin mengatakan kehadiran pada negara donor ini menunjukkan komitmen bersama warga dunia untuk melestarikan lingkungan yang saat ini menjadi tanggung jawab bersama.

Pada kebakaran hutan dan lahan tahun lalu, Sumsel bekerja keras untuk memadamkan dengan mendatangkan 19 pesawat water bombing dan melibatkan tiga negara yakni Singapura, Malaysia, dan Australia.

"Tahun ini bagaimana caranya agar zero kebakaran hutan dan asap. Saya tidak mau lagi disebut gubernur asap oleh warga Singapura. Untuk itu, perlu keseriusan dalam pencegahan, dan Sumsel menyambut baik bantuan dari luar," kata Alex.

Dengan luas hutan nomor tiga di dunia dan rawa gambut terluas di dunia sekitar 20,6 juta hektare, Indonesia sejatinya menjadi gudang penyimpanan karbon jika kedua ekosistem itu terjaga. Namun, sebaliknya, jika rusak maka menjadi bencana.