Perahu kertas, cinta tak terungkap

id Perahu kertas, hanung bramantyo

Perahu kertas, cinta tak terungkap

Sutradara Hanung Bramantyo. (Foto Antarasumsel.com/Awi)

Kisah cinta adalah topik yang paling menarik untuk dikunyah, baik melalui novel, sinetron maupun film layar lebar.

Meskipun sudah berulang kali dibahas, dikunyah lalu ditelan lagi tetapi kisah cinta anak manusia tidak pernah kering dan selalu menarik untuk diangkat.

Selalu banyak sisi lain yang menarik. Meski, acap kali ceritanya hampir sama tetapi pengungkapan, pengambilan sudut gambar, pendekatan dan detil pada film membuatnya berbeda dan tetap indah.

Kekhasan dan keindahan cinta tersebut yang hendak dipresentasikan Hanung Bramantyo dalam film keempatnya yang dibuat berdasarkan novel, yakni Perahu Kertas.

Perahu Kertas adalah novel karangan wanita novelis Dewi Dee Lestari.

Penulis yang cukup produktif dan dikenal lewat novel serinya, Supernova.

Pada premier film tersebut di Theater XXI Epicentrum, Rabu (8/8) malam, Hanung mengatakan dia ingin mempresentasi cinta yang berbeda melalui Perahu Kertas.

Pertanyaannya, apa yang berbeda pada Perahu Kertas. Jawabannya tentu tidak sederhana, karena perbedaan yang dimaksud adalah sebuah karya dari sebuah proses kreatif yang dituangkan layar gambar.

Pada setiap bagian dari karya tersebut, seperti akting, suara, sudut gambar, musik, editing dan lainnya mempengarahi perbedaan yang ingin ditampilkan.

Perahu kertas memusatkan kisahnya Kugy (Maudy Ayunda) yang bercita-cita jadi penulis dongeng.

Karena itu pula dia memilih fakultas sastra ketika kuliah di Bandung (1999). Kugy dikesankan berkarakter ceria dan penuh impian. Dia menulis dongeng tentang dewa laut Neptunus bersama agen-agennya. Dia suka membuat perahu kertas dan melayarkannya dimana dia suka.

Kugy juga punya kebisaan mencari sesuatu, termasuk mencari ide dengan meletakkan dua kepalan tangan di samping kepala lalu telunjuk sebagai antena.

Gaya itu menjadi ciri khas Robin Williams dalam seri komedi TV Mork dan Mindy pada  awal 80-an.

Kemampuan yang semula hanya buat lucu-lucuan itu dipraktikkan ketika mencari sepupu pacar teman satu kos, Keenan (Adipati Dolken) di stasiun kereta.  Kemampuan itu dipraktikkan saat bekerja di sebuah biro periklanan adVocaDo.

Lalu dimana cerita cintanya? Kisah cinta berawal ketika persahabatan membuah rasa suka antara Kugy dengan Keenan.

Keenan yang menyukai dunia seni (lukis dan pahat) merasa cocok dengan Kugy yang sudah punya pacar saat SMA di Jakarta.

Ketertarikan itu akan diungkapkan Kugy melalui album yang didisain secara apik yang berisikan dongeng dari Kugy dan gambar kartun dari Keenan.

Album yang dikemas dalam kotak kado diselip surat  cinta Kugy pada Keenan.

Namun, ungkapan itu tak pernah sampai karena di saat momen ulang tahun Keenan, hadir Wanda, sahabat dan anak kurator dan galery seni yang berdarah bule. Wanda mendominasi Keenan dan menyita perhatiannya.

Kugy kehilangan momen untuk menyampaikan kado dan ungkapan rasanya. Kado itu lalu tersimpan di bawah dipan Kugy di kamar kos.

Hanung menyampaikan kisah sederhana ini dengan apik dengan bahasa gambar dan akting cukup memikat dari Maudy, teman akrabnya Sylvia Fully R (Noni), serta pacar Noni, Eko (Fauzan Smith).

Namun, akting Maudy terasa lebih klop jika beradu peran dengan Remi (Reza Rahadian), bosnya di biro iklan adVocaDo yang merupakan teman kakaknya.

Reza (Alangkah Lucunya Negeri Ini) tampil cukup memikat dan akting Maudy jadi terlihat lebih natural.

Pertanyaan mendasar dari sebuah kisah cinta, apakah Kugy bersatu dengan Keenan yang sudah menjalin hubungan dengan Luhde (Elyzia Mulachela), keponakan Pak Wayan, seniman pemilik galery lukisan dan patung di Ubud, Bali, sementara Kugy juga sudah memiliki hubungan istimewa dengan Remi yang terpilin di malam tahun baru.

Hanung dan Dee menyisakan jawabannya pada episode (?) berikutnya, karena film usai tapi cerita belum tuntas.  Rekomendasi, film ini layak ditonton.
(AT/E007/A025)