BMKG tingkatkan pemahaman tentang cuaca dan iklim lewat Sekolah Lapang

id hari meteorologi dunia,sekolah lapang BMKG,BMKG

BMKG tingkatkan pemahaman tentang cuaca dan iklim  lewat Sekolah Lapang

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati (ANTARA/Desi Purnamawati)

Jakarta (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meningkatkan pemahaman masyarakat terutama petani dan nelayan tentang cuaca dan iklim lewat Sekolah Lapang.

"Cuaca dan iklim terus berubah dan yang paling terdampak adalah masyarakat, begitu juga dengan petani dan nelayan yang merupakan kelompok yang paling parah terdampak perubahan iklim baik global mau lokal," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati saat membuka Festival Sekolah Lapang BMKG dalam rangka peringatan Hari Meteorologi Dunia ke-72 Tahun 2022 yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.

Sekolah Lapang BMKG telah dimulai sejak 2011 di sejumlah daerah di Tanah Air melalui Sekolah Lapang Iklim (SLI), Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN) dan Sekolah Lapang Gempa bumi (SLG).

Dwikorita mengatakan, Sekolah Lapang BMKG telah dirasakan manfaatnya oleh para nelayan dan petani yang menjadi alumni, antara lain mereka lebih memahami tentang kondisi iklim dan cuaca.

Para petani bisa merencanakan kapan menanam, memberi pupuk sesuai dengan kondisi cuaca sehingga dapat mengurangi risiko gagal panen. Selain itu produktivitas tanaman juga semakin meningkat.

Begitu juga dengan para nelayan anggota SLCN, mereka dapat melaut dengan tenang karena informasi cuaca dan gelombang dapat diakses dengan mudah melalui telepon genggam masing-masing.

Dwikorita mengatakan, Indonesia yang terletak diantara dua benua dan dua samudra dengan segala variabel dan fenomena yang berinteraksi menyebabkan iklim yang kompleks dan sangat dinamis sehingga tantangannya semakin sulit.

Menurut dia, sistem peringatan dini yang dibangun tidak cukup hanya berhenti sebagai sebuah informasi.

Lebih dari itu, kata dia, butuh aksi mitigasi yang komprehensif dari hulu hingga hilir dengan pelibatan aktif masyarakat dan berbagai pihak termasuk pihak swasta, para akademisi, filantropi, media dan lainnya.

Mengingat, tidak sedikit masyarakat yang masih acuh dengan dampak perubahan iklim akibat minimnya literasi mengenai perubahan iklim itu sendiri.