BPR di Sumsel beralih ke sektor konsumtif

id Bank Perkreditan Rakyat,Riza Pahlevy,berita sumsel,berita palembang,Muhammad Riza Pahlevy

BPR di Sumsel beralih ke sektor konsumtif

Petugas teller menumpuk mata uang rupiah, di Bank swasta. (ANTARA/Ismar Patrizki)

Palembang (ANTARA News Sumsel) - Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Sumatera Selatan beralih ke sektor konsumtif untuk merespons tingginya rasio kredit macet dalam setahun terakhir.

Sekretaris DPD Perhimpunan BPR Indonesia (Perbarindo) Sumsel Muhammad Riza Pahlevy di Palembang, Selasa, mengatakan BPR di Sumsel mulai mengubah strategi penyaluran pembiayaan untuk menekan rasio kredit bermasalah yang masih di atas 5 persen.

"Saat ini sejumlah BPR cenderung menyalurkan kredit konsumtif daripada modal kerja karena dinilai lebih rendah risiko. Contohnya BPR kantor saya, bisnis inti kami sekarang tidak lagi modal kerja, 60 persen bergeser ke konsumtif. Kami mau cari aman," kata dia.

Riza mengatakan kredit konsumtif yang disalurkan pihaknya berupa produk kredit pegawai dengan skema payroll sehingga BPR memiliki kepastian pembayaran dengan memotong gaji debitur.

Menurutnya, segmen yang saat ini digarap BPR cukup luas, seperti ASN, TNI/Polri maupun pegawai swasta.

Riza melanjutkan sebetulnya BPR hadir sebagai lembaga yang dapat membantu usaha sektor riil melalui kredit modal kerja. Hanya saja perusahaannya mengaku pembiayaan yang banyak tersalurkan di sektor pertanian seperti karet dan sawit tidak menentu.

"Industri BPR ini kan kecil, kami terbatas dengan sumber daya manusia maupun teknologi sehingga ketika sektor usaha yang kami biayai sedang bermasalah, cepat berimbas ke kami," kata dia.

Menurutnya, saat ini kredit modal kerja hanya sebagai pelengkap dalam portofolio kredit BPR dan kredit konsumtif telah dianggap sebagai penopang bisnis BPR.

"Untuk modal kerja masih disalurkan untuk industri dan perdagangan, tapi sudah sedikit paling 15 persen sampai 20 persen," ujar dia.

Perbarindo mencatat saat ini total aset yang dimiliki 29 BPR di Sumsel sekitar Rp2,1 triliun, di mana kredit mencapai 80 persen dari nilai tersebut.

Perbarindo menargetkan rasio NPL harus di bawah 5,0 persen hingga akhir tahun ini.

"Berat, tapi minimal bisa menyentuh 5 persen. Mudah-mudahan bisa karena kami juga mendapat perhatian dari OJK yang sangat giat melakukan audit terhadap BPR," ujar dia.