Jakarta (ANTARA Sumsel) - KPK menjelaskan kronologi penangkapan Ketua
Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara Sudiwardono dan anggota DPR dari Fraksi
Partai Golkar Aditya Anugrah Moha yang sudah ditetapkan sebagai
tersangka dugaan korupsi suap untuk mempengaruhi putusan banding dan
tidak melakukan penahanan terhadap mantan Bupati Bolaang Mongondow
Marlina Moha Siahaan, ibunda Aditya.
"Pada Kamis sore 5 Oktober,
diketahui SDW (Sudiwardono) selaku ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi
Utara dan istri tiba di Jakarta dari Manado dan menginap di hotel daerah
Pecenongan Jakarta pusat. Hotel diduga dipesan AAM (Aditya Anugrah
Moha) atas nama orang lain," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dalam
konferensi pers di Jakarta, Sabtu.
Konferensi pers itu dilakukan bersama dengan Ketua Muda Pengawasan
Mahkamah Agung (MA) Agung Sunarto, Juru Bicara MA yang juga Ketua Umum
Ikatan Hakim Suhadi serta Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah.
"Selanjutnya pada Jumat malam, 6 Oktober 2017 sekitar pukul 23.15 WIB
setelah kembali dari acara makan malam bersama keluarga, SDW tiba di
hotel tempat menginap. Beberapa saat setelah itu diindikasikan
penyerahan uang di pintu darurat hotel," ungkap Laode.
Setelah penyerahan, tim KPK mengamankan Aditya beserta ajudannya di lobi hotel.
"Saat tim KPK ke kamar hotel ditemukan 30 ribu dolar Singapura dalam
amplop putih dan 23 ribu dolar Singapura dalam amplop cokelat. Uang
dalam amplop cokelat diduga sisa pemberian sebelumnya," tambah Laode,
sehingga tim KPK total mengamankan 64 ribu dolar Singapura.
Tim KPK juga mengamankan 11 ribu dolar Singapura di mobil Aditya.
Uang itu diduga bagian dari total "commitment fee" secara keseluruhan
yaitu Rp1 miliar yang diberikan dalam bentuk mata uang dolar Singapura.
Lima orang lalu dibawa ke KPK untuk menjalani pemeriksaan yaitu
Aditya, Sudiwardono, istri Sudiwardono berinisial Y, ajudan Aditya
dengan inisial YM serta supir Aditya berinisial M.
"Setelah melakukan pemeriksaan 1x24 jam dan melakukan gelar perkara,
disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau
janji ketua Pengadilan Tinggi Sulawsi Utara, maka KPK meningkatkan
status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan 2 tersangka yaitu
sebagai penerima SDW (Sudiwardono) ketua PT Sulut sebagai ketua majelis
hakim dan sebagai pemberi AAM (Aditya Anugrah Moha) anggota DPR Komisi
XI periode 2014-2019," jelas Laode.
Diketahui Pengadilan Manado pada Juli 2017 dalam putusan dengan nomor
register 49/Pid.Sus-TPK/2016/PN Manado telah menjatuhkan vonis 5 tahun
terhadap Marlina Mona Siahaan atas korupsi perkara tindak pidana
Tunjangan Penghasilan AParatur Pemrintah Desa (TPAD) kabupaten Bolaang
Mongoadow tahun 2010 senilai Rp1,25 miliar.
"Diduga untuk mengamankan putusan banding AAM, pihak keluarga
terdakwa mendekati SDW selaku ketua pengadilan tinggi sekaligus ketua
majelis banding, dengan nilai fee awal 100 ribu dolar Singapura untuk
mempengaruhi putusan bandng dan agar tidak ditahan selama proses
persidangan berjalan," ungkap Laode.
Untuk bertemu, keduanya juga menggunakan kode khusus yaitu "pengajian".
"Kepada seluruh aparat penegak hukum agar menghentikan praktik
korupsi dan mengajak agar masyarakt mengawasi aparat dan melapor kalau
ada dugaan tindak pidana korupsi, identitasnya akan kami lindungi,"
tambah Laode.
Sebagai penerima Sudiwardono disangkakan pasal Pasal 12 huruf c atau
pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.
Pasal itu menyebut mengenai hakim yang menerima hadiah atau janji,
padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut
diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya
untuk diadili dengan ancaman pidana penjara paling lama 20 tahun dan
denda paling banyak Rp1 miliar.
Sedangkan sebagai pemberi, Aditya Anugrah Moha disangkakan pasal 6
ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.
Pasal itu menyebut orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu
kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang
diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman penjara minimal 3
tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara serta denda Rp750 juta.
Berita Terkait
Ketua MPR ajak semua parpol bersatu dukung pemerintahan Prabowo-Gibran
Minggu, 28 April 2024 7:00 Wib
Diwawancarai Aljazeera, Erick sebut Garuda Muda ingin terus terbang tinggi
Sabtu, 27 April 2024 23:13 Wib
PWRI Jabar akui otak kasus investasi bodong Ketua Harian PWRI Sukabumi
Jumat, 26 April 2024 10:45 Wib
Ketua PKK Palembang teladani Kartini untuk berkarya atasi inflasi
Minggu, 21 April 2024 19:01 Wib
Ketua parpol di Palembang intensif bangun komunikasi hadapi pilkada
Kamis, 18 April 2024 20:53 Wib
Kejati tahan mantan ketua KONI Sumsel kasus korupsi dana hibah
Selasa, 16 April 2024 18:59 Wib
Presiden kukuhkan Budi Waseso sebagai Ketua Kwarnas Pramuka
Jumat, 5 April 2024 15:14 Wib
OJK sebut kerugian akibat investasi bodong capai Rp139,6 triliun sejak 2017
Selasa, 26 Maret 2024 10:28 Wib